Dia juga menambahkan, masyarakat sudah melaporkan masalah ini ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) di Gampong setempat, namun belum mendapatkan tanggapan atau solusi.
“Apabila masalah ini tidak dapat diselesaikan, maka kami akan mengirim surat resmi ke DPR Aceh Komisi II, Komisi VII DPR RI, Komisi B DPRK Abdya, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mendesak pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) PT. JAM,” tegasnya.
YLBH-AKA, kata Rahmat, berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak masyarakat Gampong Ie Mirah yang terdampak akibat kegiatan tambang biji besi PT. JAM.
“Perbuatan ini sudah di luar batas kewajaran dan melanggar hukum. Kami mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas,” ujarnya.
Menurut hasil investigasi YLBH-AKA, sejumlah petani yang mengalami kerugian akibat aktivitas tambang biji besi PT Juya Aceh Mining, diantaranya:
1. Supardi (Tgk. Ikram)
– Tanaman rusak: 15 pohon kelapa sawit, 320 pohon pinang, 4 pohon langsat, 1 pohon nangka, 9 pohon durian (produktif).
– Luas tanah terdampak: 4 rante atau 1/4 hektar.
– Dampak terjadi sejak 2022 hingga 2025.
2. Riswandi
– Tanaman rusak: 60 batang sawit muda.
– Lahan berubah menjadi rawa hingga petani harus membuat saluran secara mandiri tanpa bantuan perusahaan.
– Luas tanah terdampak: 6 rante.
3. Amiruddin
– Tanaman rusak: 200 batang pinang, 7 batang durian, 20 batang pala, 10 batang belimbing, 5 batang nangka, dan 10 batang kakao.
4. Samsuar
– Tanaman rusak: 7 batang pala, 1 batang durian produktif.
– Luas tanah terdampak limbah: 6 rante.
– Lokasi tanah berada dekat bendungan limbah tambang.
5. Sukardi Y
– Tanaman rusak: 261 batang sawit.
– Luas lahan terdampak: 3,16 hektar.
– Kerusakan terjadi sejak 2022 hingga 2025.
Hingga berita ditayangkan, media ini belum memperoleh keterangan resmi dari pihak perusahaan PT. JAM. (*)
Simak berita dan artikel lainnya di Google News