Oleh : Ramli Lahaping

“Kalau begitu, sebelum aku ke situ, persiapkanlah semua data dan bukti pendukung. Aku tak ingin menyampaikan berita yang sekadar omong kosong, apalagi mengandung tuduhan yang tak berdasar,” kata seorang wartawan koran nasional.

“Baiklah. Aku pastikan semuanya sudah siap sebelum kau sampai di sini,” tanggapku, menyanggupi. Obrolan telepon pun berakhir.

Kini, di tengah penantianku atas kedatangan wartawan itu, aku kembali menyaksikan tayangan di Youtube yang menampilkan Fikar sebagai penulis tamu di sebuah festival literasi.

Ia merupakan seorang pengarang cerita fiksi yang telah mengorbit di lingkaran penulis besar nasional sejak tiga tahun yang lalu, sejak seri pertama novel trilogi atas nama dirinya dirilis dan mendapatkan perhatian khalayak.

Sejak saat itu pula, ia mulai wira-wiri untuk membagikan pengalamannya dan memotivasi orang-orang yang bermimpi menjadi penulis ternama.
Tetapi belakangan, banyak orang yang mulai kecewa dan mempertanyakan kebolehannya dalam menulis.

Nada miring itu mulai berembus setahun yang lalu, setelah penerbitan seri ketiga dari novel trilogi atas nama dirinya, molor dari waktu yang dijanjikan.

Seri itu memang akhirnya terbit enam bulan yang lalu, tetapi para pembaca malah makin kesal sebab penggalan terakhir kisah itu, dinilai sangat mengecewakan.

Penggalan itu dicap buruk kerena ditulis dengan gaya bahasa yang berbeda, serta ditamatkan tanpa konflik dramatis berdasarkan persoalan pada rangkaian cerita sebelumnya. Penggalan itu dinilai orang-orang ditulis tanpa keseriusan dan hanya untuk sekadar membuat kisah triloginya selesai.