Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Mahdi Nur. Ia mengharapkan, butiran regulasi baru hasil revisi Undang-Undang Energi nantinya tidak mempengaruhi keistimewaan Aceh dalam bidang energi.

Mahdi mencontohkan seperti revisi Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, dimana di penutup Undang-Undang tersebut mencantumkan ketentuan khusus bagi Aceh. Sehingga keistimewaan Aceh tidak hilang.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komite II DPD RI, Abdullah Puteh, mengatakan, revisi Undang-Undang nomor 30 Tahun 2009 merupakan kesepakatan pihaknya dan masuk dalam program legislasi nasional 2020-2024. Kesepakatan perubahan tersebut didasari atas beberapa pertimbangan, antara lain, Undang-Undang Energi harus menciptakan iklim pengelolaan energi yang terpadu dan harmonis antar wilayah serta harus mencakup pengakuan dan pengaturan normatif terhadap energi sebagai sarana peningkatan ekonomi dan ketahanan energi.

“Mekanisme penyusunan perubahan Undang-Undang ini melalui beberapa tahapan, diantaranya menghimpun data inventarisasi bersama Pemerintah daerah dan segenap stakeholder,” ujar Abdullah.

Kegiatan yang dilaksanakan pihaknya tersebut dilakukan di tiga daerah, yaitu Aceh, Jawa Timur dan DKI. Ketiga provinsi ini dipilih karena memiliki sumber daya energi yang potensial.

“Kunjungan kerja Komite II di Aceh bertujuan untuk berdialog langsung dengan pemerintah daerah dan stakeholder terkait serta melihat langsung permasalahan dan sejauh mana Undang-Undang Energi diimplementasikan,” kata Abdullah.