Namun, MK menyatakan bahwa dalil permohonan pemohon tidak cukup beralasan dan permohonan tidak dapat diterima (hal. 67 – 68). Salah satu alasannya karena petitum pemohon meminta keputusan KPU tentang penetapan hasil pemilu dibatalkan tanpa menguraikan penghitungan KPU yang salah dan tidak meminta MK agar menetapkan penghitungan pemohon yang benar sebagai dasar perolehan kursi DPRA dan DPRK di Aceh, sehingga MK harus menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
2. Amar Putusan Ditolak
Putusan MK No. 64/PHPU.C-VII/2009 yang menolak permohonan Partai Demokrasi Indonesia (PDK). Perkara tersebut merupakan PHPU calon anggota DPR/DPRD yang diajukan oleh PDK yang diwakili oleh pengurusnya. Hal ini karena berdasarkan keputusan KPU tentang penetapan hasil pemilu, PDK tidak memperoleh kursi legislatif yang semestinya.
MK menilai bahwa permohonan pemohon ditolak untuk seluruhnya karena pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya (hal. 202 – 203). Salah satu contohnya adalah pada Dapil Muaro Jambi 3, Provinsi Jambi, pemohon mendalilkan bahwa terjadi pengurangan suara PDK sejumlah 53 suara. Namun, MK berpendapat bahwa bukti-bukti yang diajukan pemohon dan dalil-dalilnya tidak beralasan hukum dan harus ditolak (hal. 200 – 201).
3. Amar Putusan Dikabulkan Sebagian
Putusan MK No. 73/PHPU.C-VII/2019 adalah putusan yang dikabulkan sebagian, di mana MK membatalkan keputusan KPU untuk beberapa daerah pemilihan.
Perkara tersebut merupakan PHPU calon anggota DPR/DPRD yang diajukan oleh pengurus Partai Persatuan Daerah (PPD). Perkara ini diajukan dengan dalil bahwa PPD menurut keputusan KPU mendapat suara secara nasional sebesar 550.581 atau setara 0,53%. Namun, menurut PPD terdapat perbedaan suara antara keputusan KPU dengan hasil perolehan suara di TPS, PPK, KPUD Provinsi, dan KPUD kabupaten/kota pada beberapa dapil.