Banda Aceh, Acehglobal — Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Aceh mengkritik keras pembangunan Living Park Rumoh Geudong di Bilik Aron, Pidie.

Menurut IMM, pembangunan tersebut terkesan terburu-buru dan mengabaikan temuan tulang belulang yang diduga korban operasi militer di Aceh (DOM).

“Kami menduga ada upaya penghapusan sejarah yang didasari kepentingan tertentu dalam menutup sejarah pelanggaran HAM di Aceh,” kata Ketua Bidang Hukum dan HAM DPD IMM Aceh, Riko Juanda, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (31/3/2024).

Riko mengingatkan, Presiden Joko Widodo telah berkomitmen untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, termasuk di Rumoh Geudong.

Pada 27 Juni 2023, Jokowi mengunjungi Bilik Aron dan menegaskan bahwa pemerintah akan terus berupaya memenuhi hak korban dan menyelesaikan kasus tersebut.

“Namun, pembangunan Living Park di lokasi yang sama menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menyelesaikan kasus ini,” ujarnya.

Rumoh Geudong merupakan bekas pos taktis dan strategis (pos sattis) di masa darurat militer. Tempat ini diduga menjadi lokasi penyiksaan dan pembunuhan warga.

“Pembangunan Living Park jelas-jelas upaya penghapusan situs sejarah, Anak-anak Aceh ke depan akan kehilangan sejarah itu secara perlahan,” kata Riko.

DPD IMM Aceh juga menyayangkan minimnya keterlibatan pihak terkait, seperti keluarga korban dan masyarakat dalam pembangunan Living Park.

“Ini terkesan seperti ada yang bermain dan berupaya menghapus jejak pelanggaran HAM. Kami mengutuk keras upaya ini dan meminta pemerintah melibatkan keluarga korban secara aktif,” tegas Riko.
DPD IMM Aceh juga mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam mengungkap kebenaran pelanggaran HAM berat di Aceh.

“Pasal 1 ayat 25 Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang KKR Aceh menyebutkan bahwa ‘Hak atas kepuasan adalah untuk memuaskan korban yang termasuk di dalamnya dihentikannya pelanggaran, pengakuan kebenaran, pencarian orang hilang termasuk penggalian kuburan massal, deklarasi resmi atau putusan yudisial yang memulihkan martabat korban, permintaan maaf resmi, sanksi terhadap pelaku, penghargaan korban melalui peringatan dan monumen’,” jelas Riko.

“Pembangunan Living Park Rumoh Geudong menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di Aceh,” tandasnya.(*)