Di Indonesia sendiri, IPC secara umum juga belum berjalan baik, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatalina, dkk (2015) yang berjudul “Persepsi dan Penerimaan Interprofessional Collaborative Practice Bidang Maternitas pada Tenaga Kesehatan” menunjukkan belum terlaksananya kerjasama interprofesi dan kerjasama tradisional masih dilaksanakan dengan asumsi dokter sebagai pemimpin dan pelaksananya adalah apoteker, perawat dan bidan.
Selain itu, masih kurangnya komunikasi antar tenaga kesehatan. Salah satu penghambat dalam pelaksanaan kolaborasi antar tenaga kesehatan adalah kurangnya komunikasi antar profesi, seperti kurangnya komunikasi antara dokter, perawat, dan apoteker yang berujung pada kesalahan dalam meracik obat kepada pasien.
Lantas bagaimana dengan penerapannya di Aceh?
Hasil Penelitian Sri Wahyuni (2021), yang berjudul “Implementasi Interprofessional Collaboration ditinjau dari Pengetahuan dan Persepsi Professional Pemberian Asuhan Tentang Kewenangan Klinis di RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh. Dimana tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran implementasi IPC ditinjau dari pengetahuan dan persepsi PPA tentang kewenangan klinis dengan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi menggunakan metode in depth interview dan focus group discussion (FGD).
Informan pada penelitian ini sebanyak 12 orang PPA yang terdiri dari dokter penanggung jawab pasien, perawat, apoteker, dan dietisien. Hasil penelitiannya menunjukkan ketidakoptimalan implementasi IPC di RSUD Meuraxa disebabkan kegagalan pemahaman PPA dalam melaksanakan wewenang dan tanggung jawabnya sesuai kewenangan klinis yang dimiliki. PPA umumnya memiliki persepsi yang positif terhadap interprofessional collaboration dan kewenangan klinis.
Penelitian lain yang berjudul “Komunikasi Profesional Pemberi Asuhan dalam Membangun Interprofessional collaboration di RSUD Meuraxa oleh Sri Wahyuni, dkk (2021), yang bertujuan untuk mengalisis praktik komunikasi PPA dalam implementasi IPC dengan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Wawancara mendalam dan FGD dilaksanakan bersama PPA yang meliputi dokter (DPJP), perawat, apoteker, dan ahli gizi. Dimana hasilnya, praktik komunikasi PPA dalam pelaksanaan IPC di RSUD Meuraxa belum terlaksana secara optimal. PPA belum memanfaatkan Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) dengan baik karena lebih fokus melaksanakan asuhan secara mandiri. Budaya membaca informasi PPA lain dalam CPPT masih kurang, keterbatasan waktu saat melakukan pelayanan dan kurangnya SDM disinyalir sebagai hambatan dalam melaksanakan komunikasi secara interprofesional.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp