Ada cara lain selain membunuh dan kekerasan tapi mereka melakukannya secara pangkatnya. Lalu apakah itu pantas dinamakan negara yang berdemokrasi?.

Penulis : Ulfia Zuhra

BERTEPATAN pada 20 tahun yang lalu, ada kisah kelam yang menyelimuti suatu daerah di tanah rencong, tepatnya di Aceh Selatan Desa Jambo Keupok. Tragedi ini menjadi sejarah yang dikenang tapi tidak dianggap oleh pemerintah.

Kasus ini bermula setelah seorang informan sebelumnya menginformasikan kepada Anggota TNI bahwa pada tahun 2001-2002 Kampung Jambo Keupok merupakan salah satu daerah basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Kemudian aparat keamanan menindak lanjuti informasi tersebut dengan melakukan razia dan penyisiran kampung di Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan.

Pada tanggal 17 Mei 2003 sekitar pukul 07.00 WIB, ada tiga mobil truk tiba di desa Jambo Keupok dengan mengenakan seragam TNI lengkap dengan helm, sepatu boots, senapan dan beberapa alat lainnya. Semua orang baik itu laki-laki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak disuruh keluar dan berkumpul di depan rumah warga.

Para pelaku yang diduga anggota Pasukan Para Komando TNI (PARAKO) dan Satuan Intelijen Gabungan (SGI) itu menginterogasi warga satu persatu untuk mengetahui keberadaan orang-orang GAM yang mereka cari.

Para aparat keamanan tersebut juga melakukan tindakan kekerasan terhadap warga sipil jika warga tersebut tidak mengaku adanya keberadaan GAM ataupun yang mereka anggap curiga dari warga tersebut di kampung mereka dan pasukan militer langsung melakukan tindakan, seperti penangkapan, penyiksaan dan bahkan penembakan hingga warga mati, bahkan sebagian dari mereka terpaksa mengakuinya.