Pasal 83A dalam PP tersebut memungkinkan ormas keagamaan seperti Muhammadiyah dan NU mengelola WIUPK. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi yang luas melalui pemberdayaan ormas keagamaan dan pengelolaan sumber daya yang lebih inklusif.

Pro-Kontra Peran Ormas dalam Pertambangan

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto. (Foto: Istimewa)

Keterlibatan Muhammadiyah dan NU dalam pengelolaan tambang menjadi sorotan. Pemerintah berharap hal ini dapat meningkatkan transparansi pengelolaan sumber daya alam sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Namun, anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menyampaikan kekhawatirannya. Ia menilai keterlibatan ormas dalam tambang dapat memicu persoalan tata kelola minerba dan menurunkan wibawa ormas di mata umat.

“Fenomena ini seperti Perang Uhud, di mana umat Islam meninggalkan tugas pokok pos-pos penjagaan demi berebut ghonimah (harta rampasan perang). Ujung-ujungnya umat tidak terurus,” kata Mulyanto, Selasa (30/7/2024).

Mulyanto juga mengingatkan agar pemerintah dan ormas mengkaji ulang kebijakan ini. Ia khawatir, jika dibiarkan, ormas-ormas lain akan ikut meminta konsesi tambang, yang berpotensi menciptakan tumpang-tindih antara fungsi sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat sipil.

Menjelang akhir masa jabatan pemerintahan saat ini, Mulyanto menyarankan agar kebijakan pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan dibatalkan. Menurutnya, pemerintah seharusnya fokus pada kebijakan yang berpihak kepada rakyat dan meninggalkan warisan positif bagi pemerintahan berikutnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News