BANDA ACEH – Kerusakan sistem pelayanan Bank Syari’ah Indonesia (BSI) akhir-akhir ini membuat stabilitas perekonomian masyarakat Aceh terganggu, namun hal yang tak wajar terjadi justru malah Pemerintah Aceh menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk merevisi qanun nomor 11 tahun 2018 tentang lembaga keuangan syariah (LKS).
“Jelas-jelas, persoalannya itu ada pada sistem pelayanan BSI, baik itu errornya layanan mobile banking, ATM bahkan pemotongan saldo warga tanpa kejelasan yang terjadi khususnya di Aceh. Karena BSI selama ini diberikan ruang gerak yang terlalu maksimal mendominasi di Aceh, jadi sangat wajar begitu sistem BSI rusak ekonomi masyarakat Aceh terdampak,” ungkap Ketua Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh (FPMPA) Muhammad Jasdi, Minggu (28/5/2023).
Menurut pria yang akrab disapa Jhon Jasdi itu, sungguh tak bijak jika karena layanan BSI yang bermasalah pemerintah menjadikan hal ini alasan untuk merevisi qanun LKS dan mengembalikan bank konvensional ke Aceh.
“Perbankan syariah itukan tidak hanya BSI, banyak yang lainnya. Pemerintah Aceh tinggal fasilitasi Bank Syariah lainnya untuk beroperasi maksimal, membuka cabang maupun cabang pembantu serta ATM sebanyak mungkin di Aceh, lalu batasi ruang BSI agar tak ada istilah monopoli,” jelasnya.
Sehingga, lanjut Jhon Jasdi, tak perlu revisi LKS hanya karena buruknya pelayanan BSI. “Jangan sampai gegara seekor nyamuk, malah kelambu yang dibakar. Ini sangat tidak logis,” tegasnya.
Jadi, kata Jhon Jasdi, dalam hal ini Pemerintah harus tegas dan jelas apakah memberi sanksi khusus ke BSI.