“Bahkan sah-sah saja, misalkan Pemerintah Aceh mengeluarkan kebijakan bagi bank yang layanannya bermasalah seperti BSI harus membayar kerugian warga yang ditimbulkan oleh permasalahan sistemnya. Atau bahkan tak membenarkan bank yang sistemnya sering error seperti BSI itu beroperasi maksimal di Aceh karena berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi masyarakat. Kebijakan itu sah-sah saja dan lebih kongkret,” katanya.
Menurut Jhon Jasdi, selain memfasilitasi perbankan syariah lainnya beroperasi maksimal di Aceh, pemerintah juga harus berupaya mengoptimalkan layanan Bank Aceh Syariah (BAS) dan BPR Mustaqim agar bisa menjawab kebutuhan masyarakat Aceh.
“Kesalahan fatal yang dilakukan BSI adalah tanggung jawabnya BSI, jadi yang harus dilakukan adalah membatasi ruang perbankan yang tak becus seperti BSI ini terlalu mendominasi di Aceh. Jangan sampai BSI hanya tau nya mengambil keuntungan dari rakyat Aceh tapi sistem pelayanannya dari masa ke masa memprihatinkan,” tambah mantan Sekum Hipelmabdya itu.
Disini, lanjut Jasdi, kebijaksanaan pemerintah Aceh dipertaruhkan, apakah akan menjadi antek bank konvensional untuk merevisi Qanun LKS, atau akan menjadi tameng dari kesalahan BSI ataupun mempertahankan Qanun LKS lalu mengambil langkah yang lebih bijaksana dengan pemberian sanksi dan pengoptimalan operasi bank syariah lainnya untuk menghindari dominasi hingga monopoli perbankan di Aceh.
“Kita mengajak masyarakat untuk sama-sama mengawal persoalan ini, sekaligus mengajak masyarakat untuk hijrah dari Bank syariah yang layanannya buruk ke bank syariah yang layanannya lebih baik,” imbuhnya.(*)