Kemudian, yang ke empat, lanjutnya, disesuaikan dengan isu-isu yg berkembang saat ini seperti seperti Covid19, pemberdayaan UMKM, dan lainya.

Kelima, adanya kebijakan-kebijakan pusat, seperti di tahun 2023 akan dihapuskannya tenaga kontrak dan dilakukan pengangkatan pegawai sistem PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), lalu 25 persen Dana Alokasi Umum (DAU) diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi dan 8 persen untuk penanganan Covid19.

“Atas dasar inilah, dipandang pelu digelar semacam konsultasi dan singkronisasi dengan pihak Kemendagri, dalam rangka finalisasi Draft RPA, sebelum nantinya kita gelar Forum Konsultasi Publik di Aceh,” katanya.

MTA menambahkan, ada perbedaan yang sangat mendasar antara RPJM dan RPA. Jika RPJM didasari oleh visi-misi politik kepala daerah dari Pilkada dan mempunyai tahapan panjang hingga pembahasan bersama DPRA serta ditetapkan dengan Qanun.

Namun, RPA lebih sederhana, RPA sifatnya lebih kepada dokumen teknokratik yang kemudian ditetapkan melalui peraturan kepala daerah atau Peraturan Gubernur, kemudian RPA ini akan menjadi pedoman bagi Penjabat (PJ) Gubernur nantinya saat menjalankan kepemimpinan daerah.

“Walau mempunyai perbedaan sangat mendasar tersebut, namun RPJM dan RPA mempunyai persamaan yang sangat substansial, sama-sama mempunyai satu orientasi paling krusial yaitu; mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” terang MTA lagi.

Dia mengatakan, untuk membahas lebih lanjut hasil pertemuan itu dilakukan pada Selasa, 8 Februari 2022 mendatang di Banda Aceh, pemerintah akan menggelar Forum Konsultasi Publik. Forum tersebut nantinya akan melibatkan banyak pihak dan stakeholder termasuk DPRA.