“Pada tanggal 5 Juni 2024, kami telah menyurati Presiden, menyampaikan agar Keputusan Presiden RI Nomor 104/TPA Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh di cabut atau dibatalkan karena tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU Nomor 30 tahun 2014, setelah batas waktu permohonan tidak dijawab kami ajukan keberatan sebagaimana diatur dalam UU 30/2014, juga tidak dijawab sesuai dengan tenggat waktunta sehingga kami berkesimpulan ini menjadi perbuatan fiktif positif dikabulkannya permohonan kami oleh Presiden untuk mencabut Keputusan Presiden RI Nomor 104/TPA Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh,” kata Suhaimi.
Alasan Haji Embong dan Yudhistira meminta pembatalan Keputusan Presiden tersebut berpijak pada pasal 56 UU 30/2014, yaitu : (1) Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah, (2) Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagimana dimaksud dalam pasl 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan. Namun permintaan tersebut sampai dengan batas waktu yang ditenttukan oleh Undang-Undang tidak juga dijawab, dan jika merujuk pada pasal 77 ayat (5) UU 30/2014, “Dalam hal Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menyelesaikan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), keberatan dianggap dikabulkan.”
“Gugatan kami ini mengacu pada pasal 56 UU 30/2014, dimana disebutkan Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah dan keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagimana dimaksud dalam pasl 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan,” tambah Suhaimi yang juga Kepala Perwakilan YARA Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan.