Blangpidie – Petani di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) mengeluh akibat tarif (ongkos) bajak sawah yang semakin tinggi pada musim tanam padi rendengan 2023.

Selain ongkos bajak tinggi, petani juga mengeluh karena ketersediaan air yang terbatas akibat kemarau panjang yang terjadi di tahun 2022 sebelumnya.

Salah seorang Keujruen Blang di Gampong Ie Lhob, Kecamatan Tangan-Tangan, Abdya, Basri menyatakan bahwa kenaikan tarif bajak sawah ini disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

“Selain BBM naik, para petani juga terpaksa menggunakan traktor milik swasta untuk mengolah lahan sawah mereka, karena traktor 4wd milik pemerintah sudah terbatas dan juga sering rusak,” kata Basri, Jum’at (20/1/2023) kepada wartawan di Blangpidie.

Ia menyebutkan, tarif atau ongkos bajak sawah menggunakan traktor milik Pemerintah daerah memang murah, hanya Rp600 ribu/hektar atau Rp200 ribu/naleh.

“Namun, proses pengolahan sawah menjadi lama. Kami khawatir jika datang kemarau panjang lagi, proses tanam akan terhambat karena air tidak tersedia,” tambah Basri.

Ia mengungkapkan, untuk mengatasi keterlambatan tanam padi, petani di Abdya sepakat untuk menggunakan traktor milik swasta meskipun tarifnya lebih mahal.

“Tarifnya Rp3.20.000/Naleh atau Rp960.000/hektar. Namun, program tanam padi serentak yang diusulkan oleh pemerintah harus sukses. Mudah-mudahan hasil panen kedepannya melimpah seperti tahun-tahun sebelumnya,” kata Basri.

Sementara itu, Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian Abdya, Teuku Indra, mengakui bahwa banyak alsintan jenis traktor 4wd milik pemerintah daerah saat ini rusak dan tidak dapat digunakan untuk membajak sawah petani.

“Dari 47 unit di dinas, hanya 25 unit yang masih bisa digunakan. Alat-alat sudah tua dan sudah lima tahun,” jelasnya. (*)