Revisi Qanun Baitul Mal: Antara Ruh Syariah Zakat dan Belenggu Birokrasi - Laman 2 dari 5

Revisi Qanun Baitul Mal: Antara Ruh Syariah Zakat dan Belenggu Birokrasi

Laporan: Redaksi | Editor: Salman
Ilustrasi -- Revisi Qanun Baitul Mal: Antara Ruh Syariah Zakat dan Belenggu Birokrasi (Foto: AI)

Persoalan di Akar: Regulasi yang Tumpang Tindih

Salah satu biang kerok ketidakefisienan Baitul Mal terletak pada regulasi yang saling bertabrakan. Misalnya, antara Qanun Aceh tentang Baitul Mal dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri ini secara tidak langsung menyeret dana zakat dan infak ke dalam sistem keuangan pemerintah daerah, karena dana tersebut telah menjadi bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tertuang dalam APBA dan APBK.

Konsekuensinya fatal. Dana zakat yang seharusnya cepat tersalurkan kepada delapan golongan penerima (asnaf) justru menumpuk di kas daerah dan menjadi sisa lebih perhitungan anggaran (silpa). Dalam banyak kasus, penyaluran tertunda bukan karena niat, melainkan karena kekakuan sistem keuangan yang dibangun dengan logika administrasi pemerintahan, bukan logika syariah.

Bahkan, karena sistem keuangan zakat dan infak masih dominan merujuk pada regulasi keuangan pemerintah pusat maupun daerah—seperti Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 dan aturan turunannya seperti Peraturan Bupati atau Peraturan Wali Kota—seorang pejabat di struktur Sekretariat Baitul Mal di daerah pernah menyebut, mereka tetap harus mengikuti sistem keuangan Permendagri tersebut dalam menyalurkan zakat dan infak kepada mustahik. Alasannya sederhana: ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit, acuan yang dipakai bukanlah Qanun Aceh, melainkan regulasi nasional dan daerah seperti Permendagri serta Perbup/Perwal tentang sistem pelaksanaan keuangan daerah. Kondisi ini memperjelas betapa lemah posisi qanun dalam praktik tata kelola zakat, meski Aceh memiliki status otonomi khusus.

Zakat adalah dana umat. Ia bukan bagian dari dana publik yang tunduk sepenuhnya pada mekanisme birokrasi pemerintah. Ketika logika birokrasi menguasai ruang amil, ruh zakat sebagai instrumen sosial umat justru hilang. Di sinilah akar persoalan yang semestinya disentuh oleh revisi qanun kali ini.

Wacana BLUD: Mencari Jalan Tengah Pengelolaan Dana Umat

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp

Tutup