Menurutnya, konsekuensi dari rencana perubahan UUPA sangatlah luas, salah satunya terkait dengan dana otonomi khusus (otsus) Aceh yang sebentar lagi akan berkurang. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam pasal 183 ayat (2) yang menyebutkan dana otsus berlaku untuk jangka waktu 20 tahun.
Untuk tahun pertama sampai dengan tahun ke 15 yang besarnya setara dengan 2% plafon dana alokasi umum nasional, dan untuk tahun ke 16 sampai tahun ke 20 yang besarnya setara dengan 1% plafon dana alokasi umum nasional.
“Kita sangat mengharapkan besaran dana otsus sebesar 2% dalam perubahan UUPA nantinya tetap dipertahankan, di samping pasal-pasal lain dalam UUPA yang perlu penguatan dan penyempurnaan,” jelasnya.
Safaruddin juga menyebutkan, perihal lain yang tak kalah penting untuk dicatat bersama ialah kondisi kehidupan masyarakat, mulai dari kriminalitas, penyalahgunaan dan peredaran narkoba, serta kekerasan seksual.
“Aceh merupakan nanggroe yang menjalankan syariat Islam dan kekhususan-kekhususan lainnya. Sungguh sangat miris dan menyayat hati kita semua, dimana kasus-kasus penyalahgunaan dan peredaran narkoba serta kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak masih terus terjadi,” papar Safaruddin.
“Kondisi ini menjadi tanggungjawab kita semua, baik eksekutif, legislatif, yudikatif dan seluruh elemen masyarakat bersama-sama menyatakan perang terhadap narkoba dan kekerasan seksual,” tegasnya.
Dari sisi lain, lanjut Safaruddin, Aceh juga dihadapkan pada persoalan kesehatan, isu stunting masih menjadi kekhawatiran semua. Ia mengajak semua pihak untuk memberikan perhatian lebih serius terhadap permasalahan ini.