Tatacara pengambilan keputusan meliputi aspek perizinan, penyelesaian sengketa, pengenaan sanksi adat dan pengembangan aturan (adat). Selain itu, terdapat pula tata nilai dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya. Tata nilai tersebut antara lain berkaitan dengan pelestarian sumber daya, saling membantu, kemurahan hati/saling memberi, menggunakan cara-cara yang tidak merusak dan mengedepankan kearifan.

Tiap ruang kelola, secara tradisional diurus/dikelola oleh masing-masing lembaga, yaitu: Keuchik Gampong bersama Imuem Meunasah, Keujruen Blang, Peutua Seuneubok/Peutua Ladang/ Panglima Laot/ Keuchik Laot, Peutua Krueng dan Panglima Uteun.

“Lembaga Mukim merupakan lembaga adat tertinggi dan lembaga pemersatu dalam sebuah kesatuan masyarakat adat di Aceh. Lembaga Mukim juga merupakan koordinator dari gampong-gampong dalam hal pemanfaatan sumber daya alam, terutama sumber daya alam milik bersama (komunal), baik berupa tanah/ hutan ulayat, sungai, rawa/ paya, maupun padang gembala.

Mengingat penting dan strategisnya kedudukan mukim sebagaimana diuraikan di atas, maka ke depan sangat diperlukan upaya-upaya untuk menggerakkan penguatan adat dan penataan kembali kawasan adat berbasis mukim,” imbuh Dr. Rafiq saat audiensi Forum Imuem Mukim Abdya dengan PYM Wali Nanggroe Aceh, Tgk. Malik Mahmud Al Haytar di Meuligoe Wali Nanggroe Gampong Lampeuneurut Darul Imarah Aceh Besar. (*)