YARA juga menyoroti adanya indikasi bahwa keberadaan potensi migas di wilayah pulau-pulau tersebut menjadi alasan tersembunyi di balik pengalihan wilayah ke Sumut. Jika benar, hal ini menurut Safar sangat berbahaya bagi kelangsungan perdamaian.
“Potensi migas di empat pulau Aceh yang dirampas untuk Sumut perlu menjadi perhatian serius, jangan sampai karena potensi migas ini kemudian ada orang yang berniat jahat untuk keuntungan pribadi dengan merusak perdamaian di Aceh,” kata Safar.
Pengelolaan Migas Belum Jelas, BPMA Masih Tersingkir
Masalah kedua yang disampaikan YARA kepada Presiden adalah soal belum tuntasnya pengalihan pengelolaan lapangan migas di Kuala Simpang dan Rantau, Aceh Timur. Padahal, sesuai amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2015, pengelolaan seharusnya sudah berada di bawah kewenangan Aceh melalui Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
Namun hingga kini, pengelolaan masih dilakukan oleh Pertamina dan SKK Migas. Safar menyebut hal ini sebagai bentuk pengingkaran terhadap kesepakatan antara Pemerintah Aceh dan Kementerian ESDM.
“Potensi migas di Aceh yang masih belum dialihkan ke BPMA merupakan bagian dari tindakan yang mengkhianati perdamaian Aceh dengan berlindung di balik aturan-aturan yang seolah ‘legal’,” tegasnya.
Menurut Safar, keterlambatan pengalihan pengelolaan ini juga berkaitan dengan proses penunjukan Kepala BPMA yang dinilai dipaksakan oleh Safrizal saat menjabat sebagai Pj Gubernur Aceh. Padahal, sudah ada permintaan resmi dari Komisi Pengawas BPMA, Muzakir Manaf, serta dari anggota DPR RI, Nasir Djamil, untuk menunda seleksi kepala BPMA hingga Gubernur definitif dilantik.
“Dengan proses yang telah kami kawal sejak lima tahun lalu, seharusnya Blok Migas di Aceh Tamiang dan Timur sudah dibawah pengelolaan BPMA. Hingga saat ini masih dibawah SKK Migas dengan Pertamina,” ujar Safar.
Ia menyayangkan sikap Safrizal yang dianggap mengabaikan aspirasi masyarakat Aceh, seperti halnya saat pengalihan empat pulau ke wilayah Sumatera Utara yang juga melibatkan dirinya sebagai Dirjen Bina Adwil Kemendagri.
Harapan kepada Presiden Prabowo
Di akhir pernyataannya, Safaruddin meminta Presiden Prabowo untuk mengambil keputusan strategis dan adil terkait dua persoalan besar yang sedang dihadapi Aceh. Menurutnya, kedua isu tersebut berkaitan erat dengan keberlangsungan perdamaian yang telah dirawat hampir dua dekade.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp
Tinggalkan Balasan