Saya sangat berharap bahwa parlok di Aceh itu hanya 1 atau 2 saja di parlemen agar terjadinya konvergensi kepentingan daerah yang di suarakan. Apabila lahirnya partai baru ini berpotensi akan sangat sulit mengartikulasikan kepentingan Aceh.
Lahirnya parlok baru pun bukan tanpa sebab, ada beberapa kausa yang akan saya utarakan.
Terjadinya penjamuran partai politik lokal adalah sebab inkonsistensinya Partai Aceh (PA) dalam mengutarakan pendapat. Pola kepemimpinan PA dalam pandangan saya bersifat elitis, untouched yang bahkan menjaga jarak dengan rakyat.
Hal ini tentu menjadi bomb waktu bagi elektabilitas dan impact elektoral bagi Partai Aceh.
Tidak adanya blueprint yang tepat dalam memperjuangkan kepentingan berbagai elemen lapisan masyarakat Aceh mengakibatkan terbentuknya partai-partai lokal baru yang merumuskan ideologi dan kepentingan mereka.
Lahirnya partai-partai lokal lain juga menjadi bukti bahwa terjadi degradasi kepercayaan publik terhadap PA dalam mengakomodir kepentingan masyarakat.
Gros violation of human right yang terlupakan
Pelanggaran HAM berat yang terjadi sepanjang 1976 hingga 2005 belum terselesaikan. Pemerintah hanya memberi stimulus materil bagi korban perang, namun banyak masyarakat yang secara psikis belum terpulihkan akibat perang berkepanjangan.
Pernah pada suatu hari di Aceh, beberapa mobil besar mengangkut artileri TNI untuk perayaan hari besar yang akan di gelar di Banda Aceh yang kebetulan melewati jalan nasional.
Di jalan tersebut ada beberapa warga yang sedang berjalan melihat mobil pengangkut artileri tersebut seraya berkata “Apa akan terjadi perang lagi?”