Mendengar cerita ini saya sangat prihatin, ini menunjukkan secara psikologis mental masyarakat belum benar-benar terpulihkan.
Pelanggaran HAM berat adalah fakta yang terjadi di Jambo Kupok, tragedi simpang KKA, kamp konsentrasi Rumoh Geudong, Buket Tangkorak, tragedi Jembatan Arakundoe, serta beberapa titik lainnya yang bahkan hingga sekarang hanya menjadi peringatan setiap tahunnnya dan menjadi inventariris saja tanpa melalui tahap penyelesaian dan recovery psikologis korban perang.
Elite Aceh hanya sibuk dalam teater “weuk tumpok” APBA setiap tahunnya untuk mengembalikan modal yang hilang karena kampanye, melakukan release dimedia terkait bendera, otsus yang hanya untuk mengeksploitasi simpati publik saja.
Saya rindu seorang revolusioner ala Hasan ditiro, kritiknya terhadap RI bukan tanpa dasar.
Ia mengkritik RI secara sosiologis, kultural, historis dan upaya melawan ketidakadilan orde baru.
Aceh hanya akan maju apabila dipimpin oleh intelektual prototipe Hasan tiro.(*)
Penulis adalah Mahasiswa Universitas Syiah Kuala Jurusan Fisip Ilmu Politik Asal Pidie Jaya, Aceh.