BANDA ACEH, ACEHGLOBALNEWS.com – Universitas Syiah Kuala (USK) menjadi tuan rumah Kuliah Umum Empat Pilar Kebangsaan yang disampaikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), H. Ahmad Muzani, di Gedung AAC Dayan Dawood, Rabu (15/10/2025).

Acara ini menyoroti tantangan karakter generasi muda di era digital, sekaligus menegaskan peran konstitusi dalam menjaga perdamaian global.

Dalam sambutannya, Rektor USK, Prof. Dr. Ir. Marwan menyambut baik inisiatif MPR RI. USK juga menyoroti dampak digitalisasi terhadap nilai-nilai kebangsaan.

Rektor mengutip temuan riset yang menunjukkan adanya pergeseran cara memahami nilai-nilai Pancasila di kalangan generasi muda akibat paparan budaya global.

“Kami menyadari adanya tantangan ketika sebagian generasi muda cenderung membangun jati diri berdasarkan tren di dunia maya, bukan lagi pada nilai moral dan budaya bangsa. Hal ini berisiko memicu polarisasi di ruang digital,” ujar Prof. Marwan.

Menanggapi hal ini, Rektor USK menegaskan bahwa perguruan tinggi harus bertransformasi menjadi penjaga moral dan ideologis kebangsaan.

USK, kata Marwan, secara proaktif telah menjalankan peran itu melalui mata kuliah wajib seperti Pembinaan Karakter dan Pancasila, yang bertujuan melahirkan lulusan yang tidak hanya unggul akademik, tetapi juga kuat dalam nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika.

Sementara itu, Ketua MPR RI, H. Ahmad Muzani, dalam kuliah umumnya menjelaskan peran, tugas, dan fungsi MPR yang vital dalam menjaga keutuhan bangsa. Ia kemudian menarik garis tegas antara perdamaian, persatuan, dan pembangunan.

“Yang ingin saya katakan, tidak ada pembangunan tanpa perdamaian. Tidak ada kesejahteraan tanpa perdamaian. Tidak ada ekonomi, tidak ada aktivitas kuliah, tanpa persatuan,” tegas Ketua MPR.

Ia melanjutkan, mimpi persatuan kini mulai digaungkan di seluruh dunia. Indonesia bisa menjadi kuat karena keragaman dan kontribusi seluruh daerah, termasuk Aceh, sebagai bukti nyata.

“Ini terbukti karena konflik yang berkepanjangan di tanah yang kita cintai ini Aceh, itu selesai (2005) karena kearifan pemimpin-pemimpin kita di Aceh. Indonesia bisa menjadi kuat karena selalu saja ada kontribusi masyarakat Aceh yang tidak kecil dalam sejarah republik ini,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan kontribusi besar Aceh, seperti sumbangan pesawat Seulawah yang menjadi cikal bakal airline Indonesia, menegaskan bahwa kekuatan Republik Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke karena adanya kontribusi setiap daerah.

Kewajiban Konstitusi Membela Palestina

Lebih lanjut, Ketua MPR RI menegaskan bahwa peran Indonesia dalam menciptakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi adalah amanat pembukaan UUD 1945. Dalam konteks ini, ia menyinggung isu Palestina.

“Palestina merdeka adalah kewajiban sejarah kita. Palestina adalah satu-satunya negara peserta Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 yang belum merdeka, dan merupakan salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia,” jelasnya.

Menurut Muzani, keterikatan Indonesia dengan Palestina bukan hanya persoalan keimanan, tetapi juga persoalan konstitusi, kemanusiaan, dan kewajiban sejarah.

“Itu sebabnya Indonesia tidak akan mengakui Israel, tidak akan berhubungan dengan Israel, kalau bangsa Palestina belum merdeka sebagai negara berdaulat. Ini adalah sikap tegas yang diucapkan dan dipidatokan oleh Presiden,” ucap Ketua MPR RI.

Kuliah umum ini diakhiri dengan tanya jawab. Komitmen USK dan MPR RI untuk terus bersinergi dalam memperkuat implementasi Empat Pilar Kebangsaan di tengah tantangan zaman. (*)

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp