GLOBAL BANDA ACEH – Angka penurunan prevalensi stunting/kekerdilan di Aceh turun 4,7 persen kata Pejabat setempat.

Gubernur Aceh, Nova Iriansyah memaparkan, data dari Kementerian Kesehatan dalam Studi Status Gizi Indonesia (SGGI) yang diumumkan Desember 2021, mencatat angka prevalensi stunting di Indonesia turun menjadi 24,4 persen, sementara untuk Aceh turun menjadi 33,2 persen.

Data tersebut menunjukkan keberhasilan penurunan, dimana berdasarkan riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menyebutkan, angka prevalensi stunting di Indonesia mencapai 30,8 persen, dan di Aceh tercatat 37,9 persen.

“Sejak keluarnya hasil riset Kesehatan Dasar tahun 2018, Pemerintah Indonesia mulai mencanangkan aksi bersama yang disebut “Gerakan Nasional Pencegahan Stunting,” jelas Nova pada acara peringatan Hari Gizi Nasional ke-62, Minggu (23/1/2022).

Nova menyebutkan, gerakan itu telah diluncurkan Presiden Joko Widodo pada pertengahan 2018 di Jakarta.

Menyahuti gerakan tersebut, kata Nova, Pemerintah Aceh kemudian menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menurunkan angka stunting, yang termuat dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Aceh.

“Sebuah gerakan bersama dikenal dengan Gerakan Upaya Pencegahan dan Penanganan Stunting (Geunting), kemudian diluncurkan pada 3 Maret 2019 lalu di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh,” ujarnya.

Kebijakan itu disebut menjadi landasan untuk menggalang komitmen para pihak agar siap mengakomodir kebutuhan pelayanan bagi setiap anak Aceh. Pelayanan dimaksud bersifat komprehensif, mulai dari masalah kesehatan, sosialisasi, peningkatan gizi, pemantauan, evaluasi dan lainnya.

Lebih lanjut Nova menjelaskan, pandemi Covid-19 yang masih melanda negeri ini bukanlah kendala dalam berbuat yang terbaik untuk anak Aceh.

Di masa pandemi, Pemerintah Aceh bersama Pemerintah Kabupaten/Kota di seluruh Aceh juga dikatakan terus berbuat melalui berbagai kegiatan, seperti kampanye dan sosialisasi, mendorong Rumoh Gizi Gampong (RGG) atau Rumah Desa Sehat, sampai pemanfaatan dana gampong untuk penanganan stunting dan gizi buruk.

Selain itu, Nova juga menyampaikan, pencegahan stunting bukan hanya urusan melalui penanganan gizi dan kesehatan, tetapi juga berkaitan dengan masalah sanitasi, pola pengasuhan, ketersediaan dan keamanan pangan, pendidikan, kemiskinan, dan politik.

Penanganan stunting dan gizi buruk termasuk masalah obesitas di Aceh disebut merupakan kerja besar yang harus dilakukan terus menerus melalui berbagai kebijakan, kampanye dan sosialisasi.

“Karenanya, kami selaku Pimpinan Pemerintah Aceh mengajak seluruh Pemerintah Daerah, lembaga swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lintas sektor lainnya dapat mengambil peran bersama dalam menuntaskan segala permasalahan berkaitan dengan isu- isu stunting dan gizi guruk di Aceh,” kata Nova.

Acara yang berlangsung secara virtual itu mengusung tema “Aksi Bersama untuk Turunkan Stunting dan Obesitas di Aceh”.

Acara webinar tersebut difasilitasi oleh UNICEF, Dinas Kesehatan Aceh, Persagi Aceh, dan Yayasan Darah, dan dihadiri Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, Nevi Ariyani.

Kegiatan itu juga menghadirkan sejumlah pembicara, seperti Kepala UNICEF Perwakilan Aceh Andi Yoga Tama, Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr. Hanif, Direktur Poltekkes Kemenkes Aceh T. Iskandar Faisal, Ketua DPD Persagi Aceh Junaidi, Dokter dan Ahli Gizi Masyarakat Dr.dr. Tan Shot Yen, hingga Spesialis Nutrisi UNICEF Indonesia, David Colozza. (*)