Blangpidie, Acehglobal – Meski Pemerintah Provinsi Aceh telah menetapkan harga resmi tandan buah segar (TBS), petani sawit di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) masih mengeluhkan harga beli yang jauh lebih rendah.
Pasalnya, sejumlah pabrik di daerah Abdya diketahui membeli TBS dengan harga di bawah Rp 3.000 per kilogram.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Abdya, Muazam, menilai kondisi ini sebagai bentuk ketimpangan yang merugikan petani. Ia menyebut fenomena tersebut sudah berulang kali terjadi tanpa adanya solusi nyata.
“Petani kita masih menerima harga di bawah Rp 3.000, padahal hasil rapat penetapan harga oleh Dinas Perkebunan Aceh sudah jelas,” ujarnya kepada wartawan di Blangpidie, Selasa (16/9/2025).
Dalam rapat penetapan harga TBS yang digelar Dinas Perkebunan Aceh pada 10 September 2025, harga TBS untuk umur tanaman 10–20 tahun ditetapkan sebesar Rp 3.459,54 per kilogram.
Harga tersebut, kata dia, berlaku hingga minggu keempat bulan September, namun implementasinya di lapangan jauh dari yang ditetapkan.
Muazam menjelaskan, dengan rata-rata harga crude palm oil (CPO) sebesar Rp 14.581,25 per kilogram dan kernel Rp 13.633,57, seharusnya tidak ada alasan bagi pabrik menekan harga beli TBS terlalu rendah.
“Angka-angka ini cukup untuk memberi harga yang layak. Tapi kenyataannya, petani tetap jadi korban,” tegasnya.
Menurutnya, masalah ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan menyangkut keadilan bagi petani. Ia menilai selisih harga yang terjadi di lapangan telah menimbulkan ketidakpastian dan semakin menekan petani kecil.
“Selisih ini bukan hanya soal angka, tapi soal keadilan. Petani jangan terus-menerus jadi korban ketidaksesuaian antara harga penetapan dan praktik di lapangan,” kata Muazam.
Muazam meminta pemerintah daerah dan instansi terkait tidak tinggal diam. Ia mendesak adanya pengawasan ketat terhadap pelaksanaan harga penetapan, serta transparansi dalam sistem rendemen dan pembelian yang dilakukan oleh pabrik.
“Kalau ini dibiarkan terus menerus, petani sawit akan terus merugi. Apalagi biaya perawatan dan pupuk semakin mahal. Jangan sampai jerih payah petani hanya jadi angka di atas kertas,” ungkapnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp
Tinggalkan Balasan