Banda Aceh, Acehglobal — Jurang fiskal di Aceh bukan lagi sekadar persoalan angka dalam anggaran, melainkan refleksi dari hubungan yang perlu lebih erat antara pemerintah daerah dan pusat.
Pakar Otonomi Daerah yang juga mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda Kemendagri), menyebutkan bahwa dana otonomi khusus belum cukup mengubah wajah pembangunan Aceh secara signifikan.
Provinsi yang dikenal sebagai Serambi Mekkah ini justru masih berkutat dengan statusnya sebagai daerah termiskin di Sumatera, kendati mendapat aliran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) setiap tahunnya.
Untuk menyikapi ini, juru bicara pasangan calon gubernur-wakil gubernur Bustami-Fadhil, Hendra Budian, menyuarakan pentingnya sinergi fiskal sebagai pondasi untuk mempercepat pembangunan di Aceh.
“Tanpa konektivitas yang kuat dengan pemerintah pusat, sulit bagi Aceh untuk memanfaatkan penuh dana Otonomi Khusus (Otsus) demi kesejahteraan masyarakatnya,” ujar Hendra, Senin (18/11).
Sosok Bustami dianggap layak menjembatani kebutuhan ini, berbekal pengalaman panjang di bidang birokrasi dan keuangan daerah yang terjalin sejak awal kariernya di Pemerintah Aceh.
Bustami, kandidat dengan latar belakang birokrat yang mengakar kuat di pemerintahan Aceh, dipandang Hendra sebagai figur ideal untuk memastikan sinkronisasi yang kokoh antara Aceh dan pusat.
Hendra merunut perjalanan karir Bustami yang dimulai sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Biro Keuangan di Sekretariat Daerah Aceh pada 2004-2008, lalu menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Umum Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh.
Sederet jabatan strategis berikutnya, seperti Sekretaris Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh dan Kepala Sekretariat Baitul Mal Aceh, semakin mematangkan pemahamannya akan struktur fiskal di Aceh.
Menurut Hendra, inilah yang menjadi keunggulan Bustami dalam memahami detail pengelolaan keuangan Aceh serta sinergi yang dibutuhkan dengan pemerintah pusat.
“Bustami adalah birokrat tulen yang tahu bagaimana merancang dan memanfaatkan kebijakan anggaran demi kepentingan rakyat. Ia memahami bahwa pembangunan Aceh harus berjalan dalam harmonisasi dengan pemerintah pusat, agar berbagai agenda dapat tercapai,” kata Hendra.
Konektivitas antara pemerintah daerah dan pusat, menurut Hendra, menjadi kunci keberhasilan pembangunan. Dengan keterlibatan pemerintah pusat yang lebih intens, semua agenda pembangunan akan berjalan lebih lancar dan efektif, tanpa adanya hambatan birokrasi yang menghambat alokasi anggaran dan program-program strategis.
Di bawah kepemimpinan Bustami, ia optimis hubungan ini akan semakin solid, berkat jaringan dan pengalamannya sebagai birokrat di berbagai bidang, termasuk Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA).
Pada akhirnya, kata Hendra, Aceh membutuhkan pemimpin yang memahami seluk-beluk tata kelola pemerintahan daerah serta memiliki kemampuan membangun komunikasi dengan pusat.
Bustami, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah Aceh, dianggap mampu menjadi jembatan untuk memperkuat koordinasi fiskal yang selama ini tertinggal, demi mewujudkan Aceh yang sejahtera dan mandiri.(*)
Tinggalkan Balasan