Lhoksukon, AcehGlobalnews — Pengumuman calon pengurus Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Kabupaten Aceh Utara, menuai sorotan dari masyarakat dan tokoh politik.

Pasalnya, banyak muncul nama-nama pejabat tinggi daerah alias pejabat setempat mengikuti rekruitmen MPD tersebut.

Sebut saja Sekda Aceh Utara, Asisten III Setdakab Drs. Adamy, dan sejumlah Anggota DPRK Aceh Utara, seperti H. Ismet dan Drs. H. Azali Fuazi, dan sejumlah pejabat tinggi daerah lainnya.

Ketua Komisi III DPRK Aceh Utara, Razali Abu mengatakan muncul nama-nama tersebut semakin menguatkan kalau Aceh Utara dikelola oleh sebagian orang tanpa memperhatikan potensi SDM lain diluar petinggi Pemerintahan.

“Merosotnya mutu pendidikan Aceh Utara tidak terlepas dari banyaknya rangkap jabatan di lingkungan lembaga daerah, padahal Aceh Utara memiliki SDM yang sangat mempuni di luar struktur Pemerintahan,” ujar Razali Abu, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (01/10/2022)

Pria yang akrab disapa Abu Lapang ini menjelaskan, kriteria menjadi pengurus MPD tertuang dalam Qanun Aceh Utara Nomor 5 tahun 2009. Pada pasal 16 berbunyi:

a. bertaqwa kepada Allah SWT;
b. berpendidikan minimal S-1 dan/atau mempunyai karya monumental dalam bidang pendidikan;
c. dapat membaca Al Qu/an dengan benar;
d. memiliki visi dan misi;
e. memahami kearifan lokal;
f. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan
g. tidak sedang menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Razali menambahkan, ketika pengurus MPD itu terdiri dari Sekda, Asisten dan DPRK dimana letak kedudukan MPD sebagai badan normatif berbasis masyarakat bersifat independen yang dibentuk untuk menentukan kebijakan dibidang pendidikan sebagaimana disebut dalam pasal 5 qanun 5 tahun 2009.

“Secara etika juga sungguh tidak elok Sekda menjadi pengurus MPD karena didaerah lain seperti Gayo Lues dan Aceh Besar Sekda yang melantik Pengurus MPD, sementara di Aceh Utara Sekda, asisten serta DPRK sendiri menjadi calon pengurus MPD,” ungkapnya.

Sementara itu, lanjut Razali, keterlibatan DPRK dalam rekruitmen MPD juga patut dipertanyakan, karena di dalam PKPU 20 tahun 2018 pasal 7 huruf (n) disebutkan, bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan pengawas dan/atau karyawan pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.

“Penjelasan pasal 7 huruf (n) alinea terakhir yang berbunyi badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, saya rasa mengikat semua kegiatan atau jabatan di pemerintahan yang sumber pembiayaan dari keuangan negara, tidak kecuali menjadi pengurus MPD,” jelasnya.

Menurutnya, proses seleksi pengurus MPD ini, maka masyarakat Aceh Utara bisa menilai apakah eksekutif mengelola Aceh Utara menganut sistem Good government governance atau sebaliknya.

Salah satu fungsi MPD adalah memberi pertimbangan, tentunya pertimbangan tersebut disampaikan kepada Ekselutif didalamnya termasuk Sekda, asisten, Kadis dan juga kepada DPRK melalui Komisi V yang merupakan mitra kerja MPD.

“Menyo awaknyoe kheun nyoe lagei jeruk makan jeruk,” sebut politisi Partai Aceh itu dengan bahasa Aceh.

Pasal 8 Qanun 5 tahun 2009 Fungsi pemberi pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, dilakukan dengan memberi masukan , pendapat, saran, dan rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten dan/atau DPRK dalam menyelenggarakan kebijakan dan strategi pendidikan.

Abu Lapang meminta Pj Bupati Aceh Utara untuk bersikap tegas terhadap calon-calon baik berasal dari unsur eksekutif maupun unsur legislatif sehingga pengurus MPD yang terbentuk nantinya betul-betul profesional dan memiliki kecukupan waktu untuk memberi pemikiran terbaik untuk kemajuan pendidikan Aceh Utara.

“Bukan sekedar bagi orang-orang terdekat sehingga tertutup kesempatan kepada putra-putri terbaik Aceh Utara di luar pemerintah,” pungkasnya. (*)