“Jadi mereka itu hidupnya mesti ditanggung penuh oleh negara, karena nasib mereka adalah bagian tanggungjawab negara dalam upaya pemenuhan hak asasi manusia,” ujarnya.

BANDA ACEH – Kordinator Front Anti Kejahatan Sosial (FAKSI) Aceh, Ronny H, mendesak PJ Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, untuk memikirkan pembiayaan sebagai jaminan biaya hidup dan biaya pendidikan khusus bagi seluruh yatim piatu di Aceh, hingga mereka tamat kuliah.

Hal itu disampaikan Ronny, mengingat tidak jelasnya nasib yatim piatu selama ini di Aceh, khususnya Aceh Timur, yang hanya berharap pada pembiayaan terbatas, apalagi tak jarang berharap dari belas kasihan orang.

” Kami mendesak eksekutif dan legislatif di Aceh segera memikirkan ini dengan serius, dibuat qanunnya bila perlu, sebab selama ini banyak yatim piatu secara terselubung, hidupnya terlunta -lunta bahkan terabaikan, tanpa kepastian masa depan,” kata Ronny, Sabtu (15/4/2023).

Menurut Ronny, selama ini, yatim – piatu hanya menjadi objek dari pembiayaan bantuan yang sangat terbatas, berharap belas kasihan, yang jelas tidak mencukupi bagi kebutuhan mereka sehari – hari, apalagi jaminan bagi masa depan mereka yang lebih cerah.

” Anda para pemimpin, mulai sekarang mesti berpikir dan bekerja keras untuk menghadirkan senyuman dan menghapus air mata yatim piatu itu, jangan biarkan lagi mereka hidup dari berharap belas kasihan orang, yang cuma alakadar, yang menjatuhkan kepercayaan dirinya, pemerintah mesti mengangkat marwah dan kepercayaan diri yatim piatu itu, agar mereka percaya negara ada untuk mereka, bukan untuk keserakahan para pejabat,” sebut Ronny.

” Sejak zaman dulu kita ketahui bersama, nasib yatim piatu di negeri ini sangat miris, sungguh memprihatinkan, tidak jelas, masa depan suram, bahkan terlunta – lunta, hanya bisa berharap dari belas kasihan, dan tak jarang mereka malah hanya jadi objek pencitraan politik belaka bagi mereka yang ingin berebut jabatan dan kekayaan, lalu meninggalkannya begitu saja,” ungkap putera Idi Rayeuk tersebut.

Aktivis HAM Aceh itu menegaskan bahwa negara sebagai pemangku kewajiban harus mampu memenuhi tuntutan itu, karena nasib yatim piatu merupakan tanggungjawab negara dan bagian dari kewajiban dalam upaya pemenuhan hak asasi manusia.

“Jadi mereka itu hidupnya mesti ditanggung penuh oleh negara, karena nasib mereka adalah bagian tanggungjawab negara dalam upaya pemenuhan hak asasi manusia,” ujarnya.

Ronny meyakini Pemerintah Aceh, khususnya Aceh Timur mampu menyanggupi hal itu di kemudian hari melalui berbagai sumber anggaran, termasuk dari segenap hasil kekayaan alam, terutama yang selama ini dikeruk oleh perusahaan -perusahaan besar di Aceh, khususnya Aceh Timur.

” Lebih bagus nasib yatim piatu itu sebagai generasi bangsa yang dijamin kebutuhannya dari kebutuhan sehari – harinya, dan kebutuhan pendidikannya sampai tamat kuliah, daripada Aceh, khusunya Aceh Timur, hanya memfasilitasi dan membiayai semua kebutuhan nafsu syahwat para pejabat yang rakus dengan fasilitas anggaran yang berlimpah buat para pejabat yang tak jelas sama sekali manfaatnya,” cetus pengkritik cadas itu.

Ketua Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Provinsi Aceh itu berharap tuntutannya dapat dipenuhi, meski pun baru terealisasi di kemudian hari. Selain yatim – piatu, dia juga berharap jaminan hidup dan pendidikan yang berkecukupan itu juga dapat diperuntukan bagi anak – anak terlantar di seluruh Aceh.

” Kami akan kawal terus isu ini sampai bisa benar – benar terwujud, setidaknya di Aceh Timur sebagai percontohan, ini maksudnya bukan bantuan pembiayaan ecek – ecek bagi yatim -piatu, tapi pembiayaan yang memang menanggung semua kebutuhan hidup mereka sampai sedetail- detailnya, sehingga mereka tak lagi merasa kekurangan sedikitpun, jadi ini bentuk jaminan khusus, bukan yang ecek – ecek seperti yang ada selama ini, cuma alakadar saja, bahkan mungkin banyak yang terabaikan dan diduga dimangsa pejabat,” tegasnya.

“Bila nantinya siapa pun para pemimpin di Aceh mengabaikan semua ini, mengabaikan jerit hati dan nasib ribuan yatim piatu yang bermandikan air mata itu, bahkan tiada tempat bagi mereka mengadukan nasibnya di dunia ini, maka merekalah yang layak dan pantas disebut sebagai para pemimpin zalim di muka bumi ini,” pungkas Alumni Universitas Ekasakti ini. (*)

Editor : Salman