Banda Aceh, Acehglobal – Melonjaknya harga emas di Aceh, yang mencapai Rp3,8 juta per mayam (setara 3,33 gram), dikhawatirkan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Pengamat Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Mukhlis Yunus, Rabu (17/4/2024).
Menurut Mukhlis, tren masyarakat menyimpan emas sebagai bentuk investasi di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini, memang menguntungkan bagi para pemilik emas. Namun, di sisi lain, hal ini dapat menghambat perputaran uang dan berakibat pada melambatnya transaksi ekonomi.
“Ketika masyarakat menyimpan emas, mereka cenderung tidak melakukan investasi di sektor lain. Sehingga, perputaran uang menjadi lebih sedikit yang berakibat pada berkurangnya transaksi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang melambat,” jelas Mukhlis.
Lebih lanjut, Mukhlis menjelaskan bahwa persepsi masyarakat terhadap emas sebagai investasi yang aman dan stabil, mendorong mereka untuk menyimpan emas dalam jumlah besar. Hal ini diperparah dengan kekhawatiran masyarakat akan resesi di masa depan.
“Emas dianggap sebagai aset yang aman dan stabil dalam situasi ekonomi yang tidak pasti,” ujar Mukhlis.
Namun, Mukhlis mengingatkan bahwa menyimpan emas secara berlebihan dapat menghambat kegiatan ekonomi produktif lainnya. Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam mengendalikan harga emas dan meningkatkan keyakinan masyarakat terhadap sektor lain yang lebih produktif.
“Pemerintah perlu melakukan intervensi pasar untuk menstabilkan harga emas dan mencegah kenaikan harga yang berlebihan,” saran Mukhlis.