Rochadi berpandangan, dengan kebutuhan tambahan 130 juta liter susu per tahun, butuh pengadaan sekitar 75.000 sapi perah yang disertai pendampingan. Apabila harga sapi perah impor Rp 40 juta, diperlukan anggaran Rp 3 triliun untuk pengadaan 75.000 sapi perah.

“Tapi dari mana asal sapinya? Enggak mungkin dapat dari Australia, New Zealand, atau Amerika Serikat dengan situasi penyakit [sapi di Indonesia] sekarang—ada PMK dan LSD (lumpy skin disease/cacar sapi)” kata Rochadi.

Berikutnya, Dedi mengusulkan perlunya kebijakan lahan untuk pakan sapi, sebab saat ini sekitar 70% peternak tidak punya lahan rumput untuk pakan sehingga harus menyabit rumput ke hutan/kebun teh, atau membeli rumput dari petani rumput. Sementara itu, 20% peternak punya lahan tapi tidak mencukupi. Hanya 10% sisanya yang punya lahan pakan mencukupi.

Dedi kemudian merujuk kebijakan di Belanda yang mengatur 1 hektare lahan diperuntukkan bagi 2 ekor sapi. Setidaknya, menurut Dedi, Indonesia mencoba menerapkan kebijakan 1 hektare lahan untuk 15 ekor sapi.

“Kalau mau menambah produktivitas, perlu menambah kebijakan lahan. Banyak lahan Perhutani yang bisa digunakan peternak dengan sistem sharing (bagi hasil), bukan gratis. Harus ada kebijakan langsung dari Presiden sehingga [lahan itu] bisa digunakan peternak sapi perah lokal,” jelas Dedi.

Terhadap berbagai kekhawatiran dan usulan itu, anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo, menyatakan capresnya berkomitmen memprioritaskan produksi susu dari peternak lokal sekaligus mengembangkan peternakan sapi perah. Meski demikian, untuk memenuhi kebutuhan susu gratis, impor tak bisa dihindari.

“Menggenjot produksi sapi perah perlu waktu, sehingga tahun-tahun awal—mau tidak mau—harus ada [susu] yang diimpor,” kata Dradjad.

Soal teknis distribusi susu di tiap daerah apakah menggunakan susu segar pasteurisasi atau susu kemasan UHT, Dradjad menyebut akan menyesuaikan dengan kondisi setempat.

“Mungkin kalau daerahnya jauh, susah bawa susu segar, akan didesentralisasikan, dikelola dinas pendidikan setempat atau dinas terkait,” ucapnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp