Lhoksukon – Denyut nadi syiar Islam telah menyatu dalam darah masyarakat Aceh. Salah satu syiar Islam yang terlihat begitu kental di Aceh dapat ditemukan pada acara perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw yang diperingati setiap tahun.

Kemeriahan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW terlihat jelas di Gampong Sumbok Rayeuk, Kecamatan Nibong, Kabupaten Aceh Utara pada Kamis (28/9/2023). Warga desa berbondong-bondong membawa makanan untuk dikendurikan di meunasah (surau).

“Maulid diperingati sebagai rasa cinta kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW,” kata Rusydi Aziz Geuchik Gampong Sumbok Rayeuk kepada Acehglobal, Sabtu (30/9/2023).

“Bagi masyarakat Aceh, jika tidak melakukan kenduri maulid merasa ada sesuatu yang kurang. Sehingga tidak mengherankan apabila pada bulan maulid masyarakat berbondong-bondong membawa makanan yang telah dimasak ke meunasah,” sambungnya.

Tradisi perayaan Maulid Nabi di Aceh dikenal dengan istilah “maulod”. Dalam pelaksanaannya, warga menggelar kenduri besar dengan mengundang anak yatim dan kerabatnya. Warga kampung tetangga sebelah juga ikut diundang untuk menikmati lezatnya makanan kenduri.

“Pada momen peringatan maulid ini kita juga harus meneladani akhlak rasul sebagai uswatul hasanah, teladan terbaik yang memberikan suri teladan bagi seluruh umatnya,” ujar Geuchik Rusydi Aziz.

Saat membawa makanan, ada tempat khusus yang disebut “dalong”, yaitu wadah khusus berbentuk selinder. Dalong merupakan wadah pengisian nasi lengkap dengan lauk pauk. Sajian nasi dan lauknya pun ditata rapi dan berlapis-lapis atau dikenal “Dalong Meulapeh”. Dalong inilah yang diantar warga ke meunasah-meunasah yang akan dibuka untuk disantap bersama anak yatim dan fakir miskin.

Menu yang dihidangkan pada perayaan maulid sangatlah istimewa. Salah satu menu khas Aceh adalah “bu kulah” atau nasi kulah, nasi yang dibungkus dengan daun pisang.

Selain itu, ada menu yang dihidangkan adalah “kuah pacri”. Dalam kuah ini, tersedia buah nanas yang dimasak dengan kuah encer dengan paduan cengkeh, kapulaga, cabai merah yang diiris halus dan daun pandan untuk menambah aroma. Menu lainnya adalah aneka daging sapi, kambing, ayam dan bebek.

Selain menu yang disebutkan diatas, ada hidangan khas pada kenduri maulid. Yakni bulukat, nasi ketan yang diberi kelapa dan dibungkus daun pisang dan berbentuk limas.

Pemerhati sejarah Aceh, Hamdani, S.Pd memaparkan bahwa Maulid Nabi di Aceh merupakan perayaan penting dan semarak. Kecintaan masyarakat Aceh terhadap maulid terlihat dengan banyaknya kitab-kitab tentang maulid yang ditulis dengan bahasa yang indah, dipenuhi dengan hiasan yang memiliki keistimewaan.

“Kitab sanjungan kepada Rasulullah seperti kitab Dalailul Khairat, Barzanji, dan Syaraful Anam sangat istimewa di Aceh dibacakan pada perayaan maulid,” ungkap Hamdani yang juga guru pegiat Sastra Aceh.

Dalam perayaan maulid di Aceh, momen religius ini telah menjadi tradisi bagi masyarakat Aceh yang dalam kehidupannya sehari-hari melekat dengan nilai adat dan budaya. Maka tidak mengherankan apabila memasuki bulan Rabiul Awal, perayaan maulid Nabi terlihat sangat meriah.

Kemeriahan perayaan Maulid Nabi di Aceh memiliki dasar sejarah yang kuat. Ini sebagaimana termaktub dalam sebuah surat wasiat Sultan Aceh yang diterbitkan pada 12 Rabiul Awal 913 Hijriah atau 23 Juli 1507, oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Salah satu poinnya adalah mengenai pelaksanaan Maulid Nabi yang dapat menyambung tali silaturrahmi antar warga gampong di Kerajaan Aceh Darussalam.(*)

Editor: Salman