Oleh : Geri Hasbullah

SAAT ini banyak kita lihat di tiap-tiap event atau festival kreatif yang diselenggarakan oleh kaun kaun muda, kebanyakan pasti diiringi dengan live music atau konser yang diselenggarakan oleh pihak penyelenggara event tersebut.

Bahkan dari kebanyakan event yang diadakan, penampilam music atau konser menjadi hal yang paling ditunggu tunggu oleh masyarakat yang mengunjungi event tersebut.

Akhir akhir ini ada beberapa dari kalangan masyarakat yang cemas dan ikut mengkritisi dari kegiatan konser yang berlangsung, yang dimana mereka beranggapan bahwa hal tersebut bertentangan dengan norma, adat istiadat, mungkin juga terdapat di dalam Qanun syariah aceh itu sendiri.

Hal ini menciptakan sebuah pertanyaan yang muncul di benak kita sebagai masyarakat kenapa semestinya konser itu dilarang?

Sehingga mereka sampai membentuk kelompok dan menciptakan sebuah pergerakan penolakan yang menjadi ketakutan terbesar bagi penikmat music terutama para pelaku di dunia music itu sendiri.

Apa mungkin mereka sebenarnya tidak mengetahui bahwa banyak exposure yang di dapat dari sebuah konser terhadap perkembangan di suatu daerah terutama di bidang ekonomi.

Aksi damai tentang penolakan konser juga pernah terjadi di bumi Aceh, yang dilakukan oleh Kolasi Aksi Pecinta Syariat Islam, mereka menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak penyelenggaraan konser di seluruh Aceh. Aksinya itu dilaksanakan pada hari Rabu, 5 oktober 2022.

Dari hal ini dapat kita lihat bahwa masih banyak penolakan yang dilakukan oleh ormas masyarakat terhadap konser yang akan dilaksanakan di Aceh karena aturan tersebut sudah dituang di dalam Undang Undang dan juga Peraturan Daerah, serta Qanun dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.

Hal lain yang menjadi tantangan dilakukannya konser di Aceh adalah karena masyarakat Aceh merupakan masyarakat yang menjunjung tinggi adat dan syariat Islam yang menjadi patokan norma dalam keseharian, dan juga menjadi kiblat dalam beragama.
Namun tidak dapat dipungkiri kaum remaja sekarang khususnya di Aceh mulai mengikuti perkembangan zaman yang dikarenakan mulai canggihnya perkembangan teknologi, di mana informasi tersebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia.

Remaja Aceh sekarang mulai mengikuti tren-tren terkini yang mereka lihat di sosial media. Salah satu bentuk tren yang mereka ikuti yaitu fenomena konser ini, mereka menjadi konser ini sebagai wadah hiburan dari pelepasan penat, fenomena konser ini tidak lepas dari peranan mahasiswa-mahasiswi yang dari luar daerah yang berkuliah di Aceh.

Mahasiswa beranggapan bahwa Sanya konser yang dilakukan ini hal yang wajar, selagi pada kegiatan konser ini tidak memberikan dampak yang negatif dan juga menimbulkan tindakan kriminal. Saya pun sebagai mahasiswa setuju dengan diadakannya konser di Aceh, karena menurut saya yang ber-notabene orang diluar dari Aceh konser merupakan tempat dimana menjadi sarana hiburan bagi saya sendiri.

Menurut saya di Aceh boleh saja konser dilaksanakan asalkan konser yang dilaksanakan itu tetap dalam pengawasan polisi dan juga Lembaga tertentu seperti WH. Jika hal ini dilakukan konser akan berjalan dengan kondusif karena masih dalam pantauan pihak keamanan terkait yang mengawasi jalan keberlangsungan acara konser tersebut.

Dari beberapa konser yang telah berlangsung di Aceh kita bisa melihat belum ada hal hal yang dapat dapat menimbulkan Tindakan kriminal (negate). Justru semua konser yang pernah berlangsung di Aceh semua berjalan dengan sebagaimana mestinya dikarenakan banyak pengawasan yang dilakukan oleh pihak keamanan yang menjaganya.

Saya sebagai penulis, justru merasa takjub dengan konser yang dilakukan di Aceh karena pada acara tersebut para penonton yang laki-laki dan perempuan diberikan batasan fisik yaitu sebuah pagar yang membentang lurus ditengah venue konser yang sedang berlangsung. Hal ini merupakan sebuah gebrakan yang baik dilakukan oleh pihak EO yang menghandle kegiatan tersebut dan juga turut diawasi oleh pihak terkait.

Seharusnya pemerintah juga harus bisa memfasilitasi karya anak muda di Aceh tanpa harus bertentangan dengan syariat Islam, karena berkecimpung di dunia music merupakan impian dari anak anak muda yang ingin mengembangkan bakat dan minatnya dalam membangun karya yang terbaik guna membawa nama Aceh lebih baik dan berjaya kedepannya.

Wacana konser halal juga dapat dilaksanakan karena wilayah Aceh sendiri adalah daerah yang menjunjung tinggi wisata halal yang berada di daerah tersebut. Manajemen konser yang halal akan berlangsung beriringan dengan tujuan pemerintah daerah Aceh yang lebih mengutamakan ajaran syariat Islam yang menjadi tubuh di bumi Aceh.

Menurut seorang mahasiswa luar daerah yang saya wawancarai dia beranggapan “konser di Aceh merupakan konser yang sangat unik karena baru kali ini saya melihat adanya konser yang dipisah antara laki-laki dan perempuan didalam suatu venue dan menjadi ciri khas yang sangat unik yang dimiliki oleh Aceh.”

Sebenarnya pemerintah bisa menjadikan ini sebagai alat untuk menciptakan stigma yang baru dikatakan pada konser yang diadakan pada daerah lain biasa nya para penonton konser di satukan dalam sebuah venue namun, jika di Aceh sendiri para penonton laki laki dan perempuan dipisah hal ini yang harus bisa dikembangkan lagi oleh pemerintah dalam menangani hal yang selama ini yang menjadi problematika yang ada di daerah termasuk Aceh.

Perbedaan yang diciptakan bisa menjadi daya Tarik di suatu daerah, dan juga dapat meningkatkan pendapatan daerah dari sebuah kegiatan konser, dikarenakan konser tersebut menimbulkan antusias dari dari masyarakat dari luar daerah dan dapat meningkatkan pendapatan daerah dan dapat memotivasi pemuda daerah untuk lebih giat lagi dalam mengembangkan karirnya di dalam dunia musik dan semacamnya.

Sebenarnya dari sebuah kegiatan konser saja itu bisa memberikan banyak hal yang positif yang berdampak masyarakat dan juga juga untuk daerah Aceh itu sendiri. Dengan adanya konser bisa saja menjadi daya Tarik pariwisata untuk Aceh yang dapat menarik minat wisatawan di luar Aceh untuk dan dan berkunjung ke Aceh. Hal ini bisa berdampak kepada pertumbuhan ekonomi dan menambah daya Tarik (promosi).

Selebihnya, konser juga memberikan dampak positif yang signifikan terhadap masyarakat terkhusus para pemuda yang memiliki minat dalam dunia music, dimana konser ini bisa menjadi sebuah hiburan yang bisa dinikmati dari semua kalangan umur, yang sama sama mencintai di dalam dunia music itu sendiri.

Akhir kata saya penulis mengharapkan konser itu semestinya tidak dilarang namun kegiatan konser tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan norma dan regulasi qanun yang berlaku di Aceh.

Seandainya pun konser tetap dilarang untuk dilaksanakan sepatut nya pemerintah Aceh harus mencari opsi lain yang berkaitan dengan konser demi memenuhi minat hiburan masyarakat aceh itu sendiri. Mungkin saja opsi lain tersebut berupa penyelenggaraan festival yang kreatif, adanya penampilam music yang religi, dan mungkin saja ada opsi tersendiri dari pemerintah. Bagi semua yang terlibat dalam penulisan ini saya ucapkan terimakasih.***

Penulis adalah Mahasiswa Prodi Komunikasi Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Editor: Salman