Ia berharap jangan sampai Kemensos mencomot keluarga yang tertera di daftar penerima BLT Dana Desa juga tercamtum dalam skema pemberian bansos mereka.
“Artinya, kepala keluarga yang sudah kita masukkan dalam BLT DD, jangan sampai namanya kemudian keluar lagi sebagai penerima bansos dari Kemensos. Sedangkan, data BLT ini tidak bisa kami rubah lagi di Desa, karena sudah terekam di OMSPAN Kementerian Keuangan,” tutur Venny.
Ia menyebutkan, bahwa pihaknya dari desa tidak tau persis bagaimana alur dan mekanisme skema pemberian bansos dari pemerintah pusat melalui Kemensos RI tersebut.
“Meskipun data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) itu juga lahirnya dari desa, namun pengalaman tahun lalu yang memicu kegaduhan di desa lantaran tanpa sepengetahuan Keuchik, masyarakat penerima bansos Kemensos langsung menggeruduk bank penyalur untuk pencairan bantuan,” jelas Venny.
Ia berharap, data calon keluarga penerima bantuan BLT Dana Desa yang sudah diputuskan dalam musyawarah desa jangan dibikin hancur gara-gara terlambat keluarnya data penerima bansos Covid-19 dari Kemensos RI.
“Lebeh get pajoh boh ubi teuruboeh tapi nyata, daripada pajoh burger lam lumpoe (lebih baik makan ubi rebus tapi nyata, daripada makan burger dalam mimpi),” gumamnya sambil tersenyum.
Kiasan itu, terang Venny mengandung maksud yaitu, lebih baik mengambil bantuan yang sudah jelas di desa daripada harus menunggu bantuan sosial yang birokrasinya sangat panjang dari pemerintah pusat dan itu pun masih belum pasti diterima masyarakat seperti pengalaman yang dialami dua tahun lalu.
“Namanya keluar sebagai penerima bansos PKH, tapi habis tahun 2021 masuk ke 2022 bantuan hingga kini tidak kunjung diterima oleh masyarakat,” cetusnya. (*)
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp