Blangpidie, Acehglobal — Berbagai masalah dugaan penyimpangan dana desa (DD) di Gampong Lhok Gayo, Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) mencuat ke publik. Tuha Peut bersama Lembaga Investigasi Negara (LIN) melaporkan perkara ini ke Kepolisian Daerah (Polda) Aceh.
Laporan tersebut terkait dengan dugaan pemalsuan tanda tangan, korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) hingga penggelapan anggaran DD.
“Laporan ini terkait dengan pemalsuan tanda tangan, dalam melaksanakan program tidak melibatkan Lembaga Tuha Peut, tidak memberikan LPPG kepada Lembaga Tuha Peut, serta penggelapan dana insentif,” kata Ketua Humas DPP LIN Aceh, Wiwien Salehudin, Sabtu (25/5/2024).
Wiwien menjelaskan bahwa sejumlah dugaan penyimpangan ini ditemukan berdasarkan investigasi Lembaga Tuha Peut dan tokoh masyarakat pada 27 April 2024.
Salah satu temuan adalah pembangunan jembatan sumber dana desa tahun 2023 yang belum bisa digunakan hingga pertengahan tahun 2024.
Jembatan tersebut meskipun selesai dikerjakan, namun kondisinya seperti abutmen retak dan patah sebelum digunakan. Apalagi jembatan itu terletak di daerah perkebunan, maka akan sangat rawan jika nantinya dilintasi oleh truk bermuatan.
“Ada beberapa kendala lain tentang jembatan ini. Sepertinya tidak ada perencanaan awal yang matang bahkan pembuatannya terkesan asal jadi,” beber Wiwien.
Untuk perkara pemalsuan, pihaknya juga menduga bahwa keuchik Lhok Gayo diduga telah melakukan pemalsuan tanda tangan ketua Lembaga Tuha Peut dan anggotanya. Alasannya, karena penyusunan RKPG tahun 2024 pihak Lembaga Tuha Peut tidak pernah dilibatkan.
Namun, tanda tangan mereka tertera dalam daftar hadir pengesahan Rencana Kerja Pemerintah Gampong atau RKPG tahun 2024. Pemalsuan ini diduga dilakukan untuk pencairan APBG atau Anggaran Pendapatan Belanja Gampong Lhok Gayo.
“Hal ini sangat bertentangan dengan Pasal 263 Ayat 1 KUHO JO Pasal 55 Ayat 1 KUHP. Pelaku dapat dikenakan sanksi 6 tahun penjara,” jelas Wiwien.
Sementara, lanjutnya, penggelapan insentif perangkat gampong (desa), keuchik gampong setempat atau pemerintah desa diduga tidak pernah memberikan insentif untuk ketua Seuneubok Gampong Lhok Gayo, bahkan pengelolaan dana Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) juga diduga tidak ada kejelasan.
Disamping itu, beberapa program kegiatan desa juga diduga fiktif. Pasalnya di dalam LPPG anggaran tersebut ada dikeluarkan, namun pekerjaannya tidak pernah dilakukan pihak desa.
Beberapa program desa yang diduga fiktif itu antara lain pencegahan dan penanggulangan kerawanan sosial, perpustakaan desa, pengelolaan lingkungan hidup desa, peningkatan UMKM, peringatan Isra’ Mi’raj, peringatan tahun baru Hijriah, dan penyelenggaraan MTQ.
Ketua Humas DPP LIN Aceh menduga, estimasi kerugian negara dalam kasus ini yang perlu dilakukan investigasi oleh pihak dan dinas terkait menyangkut penggunaan dana APBG Lhok Gayo tahun 2023 mencapai Rp1,2 miliar.
“Permasalahan tersebut telah kami laporkan ke Polda Aceh untuk diproses secara hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan pemerintahan yang bersih, maka kami sepakat berantas korupsi sampai ke akar-akarnya,” tegas Wiwien.
Tanggapan Keuchik Lhok Gayo
Sementara itu, Keuchik Lhok Gayo, Alimuddin, membantah tuduhan tersebut dan menyatakan tidak mengetahui apa permasalahan, sehingga Tuha Peut melaporkan dirinya dan aparatur Gampong ke Polda Aceh. Jika pun ada, hal itu bukanlah persoalan dan kesalahan yang fatal.
“Untuk pelaporan ke Polda saya sudah mengetahuinya, tapi tentang apa permasalahannya yang pasti hingga saat ini saya tidak mengerti dan tidak mengetahui. Karena menurut sepengetahuan saya, perkara ini telah ditangani oleh Muspika Babahrot,” ujar Alimuddin, Minggu (26/5/2024).
Desas desus permasalahan dengan Tuha Peut telah menjadi buah bibir di masyarakat setelah perayaan hari raya Idul Fitri 2024. Alimuddin menduga persoalan ini dipicu oleh pengaruh politik setelah dirinya memenangkan Pilkades tahun 2022 lalu.
Sebelumnya, setelah mengetahui Lembaga Tuha Peut mulai mempermasalahkan tentang pemerintahan desa, maka pihaknya mencoba melakukan mediasi dengan tujuan permasalahan tersebut dapat diselesaikan di tingkat desa, namun hal itu gagal dilakukan.
Mediasi di tingkat kecamatan dan disaksikan oleh pihak dari dinas terkait pun juga sudah lakukan, akan tetapi pihak Lembaga Tuha Peut enggan menghadirinya, sehingga tidak ada titik temu untuk menyelesaikan persoalan itu.
Bukan itu saja, tambah Alimuddin, pihak Tuha Peut menuntut agar dirinya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai keuchik. Jika tidak, maka lembaga desa itu akan tetap mencari-cari kesalahannya dalam 2 tahun awal masa pemerintahannya menjabat sebagai keuchik Lhok Gayo.
“Apabila saya tidak mundur, mereka tetap akan mencari kesalahan saya supaya saya masuk bui, sementara saya tidak tau apa kesalahan saya yang sangat fatal hingga mereka demikian,” ucap pria yang akrab dipanggil Mudin.
Atas hal itu, Mudin berharap apabila ada permasalahan di desa dapat diselesaikan secara baik-baik. Juga, jika ada undangan mediasi dari pihak Camat dan Muspika dan pihak terkait Tuha Peut dapat hadir sehingga dapat mengetahui permasalahan yang sebenarnya.
“Jangan hanya menyatakan saya salah, akan tetapi mereka tidak menyampaikan permasalahan tersebut dan tidak menyelesaikannya secara baik-baik. Padahal tujuannya sama-sama ingin membangun desa,” kata Alimuddin.
Camat Babahrot Membenarkan Upaya Mediasi
Di sisi lain, Camat Babahrot Alharis menyatakan bahwa, terkait dengan perkara yang melibatkan Lembaga Tuha Peut dan keuchik Lhok Gayo telah dilakukan upaya mediasi, namun persoalan itu belum terselesaikan.
“Dalam perkara ini, saya sudah dua kali memanggil mereka untuk dimediasi agar perselisihan tersebut bisa selesai, namun belum menemukan titik temu,” kata Alharis, Senin (27/5/2024).
Selain dimediasi camat Babahrot, ternyata permasalah itu juga telah dilakukan upaya penyelesaian oleh Forum Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam)/Muspika setempat yang dihadiri camat Babahrot, Kapolsek Babahrot, perwakilan Koramil Babahrot, akan tetapi hal itu juga tidak berhasil.
“Saat Forkopimcam Babahrot memediasi kedua belah pihak, hanya satu orang anggota tuha peut yang datang atas nama Mawardi dan beliau juga tidak bisa mengambil keputusan dalam perkara ini,” ungkap Haris. (KR)