Reporter: Ridha Yunawardi

ACEH BESAR – Hati adalah raja. Sebuah ungkapan singkat, namun memiliki arti yang mendalam. Rasulullah saw menjelaskan dalam sabdanya, betapa hati memiliki peranan penting dalam diri manusia, “Apabila segumpal darah baik, maka seluruh tubuhnya baik dan apabila ia buruk, maka seluruh tubuhnya akan buruk, itulah hati.” Hati juga merupakan tempat bersemayamnya segala kebaikan dan cahaya hidayah.

Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al Washliyah Banda Aceh, Dr Nurkhalis Muchtar Lc, MA akan menyampaikan hal tersebut dalam khutbah Jum’at di Masjid Jamik Buengcala, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar, 9 Juni 2023 bertepatan dengan 20 Dzulqaidah 1444 H.

Menurutnya, tugas manusia sebagai makhluk yang dianugerahi hati ialah menjaga, menata, dan melindunginya dari berbagai penyakit yang bisa mengeruhkan kebeningannya. Hati yang bersih merupakan lentera yang menyinari kehidupan agar selamat dan sentosa saat berjumpa dengan Allah Swt. Karena kelak pada hari kiamat, tidak bermanfaat apapun kecuali yang mampu meraih qalbun salim.

Penulis Buku 55 Ulama Kharismatik Aceh ini menguraikan, bahwa para ulama membagi kondisi hati manusia ke dalam tiga tingkatan; pertama, qalbun mayyit. Hati yang mati adalah hati yang tidak memiliki cahaya dan sama sekali tidak ada potensi kebaikan di dalamnya dan tidak mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan, serta yang haq dan bathil.

Kedua, qalbun maridh. Hati yang sakit ialah hati yang masih memiliki potensi kebaikan, walaupun ianya sedang terkontaminasi dengan penyakit dunia dan masih ada kemungkinan sembuh jika ia mau berusaha menata hatinya kembali. Dua tipe hati tersebut tidak akan selamat di akhirat kelak. Ketiga, qalbun salim. Hanya qalbun salim, hati yang bersih yang mampu memahami setiap pesan-pesan Allah yang bertebaran di alam semesta ini.

Dalam kajian tasawuf, tambahnya, penyebab yang mengotori kebeningan hati bermuara pada empat hal besar. Empat hal itu bila dijelaskan secara lebih luas akan menjadi sepuluh macam penyakit yang umumnya dijelaskan dan dikupas dalam banyak karya para ulama ahli tasawuf seperti Kitab Mukhtasar Ihya’ Ulumuddin.

Empat hal merupakan pintu gerbang masuknya berbagai penyakit yang merusak dan mengganggu kebersihan hati. “Di antaranya adalah banyak berbicara yang tidak penting, banyak melihat nikmat yang dimiliki orang lain, banyak makan, dan banyak pergaulan yang bukan karena landasan cinta kepada Allah,” katanya.

Dia mengatakan, para ulama memberikan beberapa resep yang telah dipraktikkan untuk membersihkan hati agar menjadi bening adalah berzikir, membaca Al-Qur’an, istighfar, doa, selawat kepada Nabi saw, dan mendirikan malam. Kiat-kiat tersebut merupakan teori yang perlu diterapkan dan dilaksanakan dalam kehidupan umat Islam sehari-hari. Karena jika seseorang mampu menerapkannya, maka diharapkan anugerah qalbun salim akan dapat diraih. Kebeningan hati merupakan harapan kita semua.

“Hanya dengan hati yang bersih kita mampu menghadapi berbagai persoalan dan perbedaan yang terjadi dalam level beragama dan bernegara. Sebesar apapun persoalan yang dihadapi tidak akan menggoyahkan umat Islam, jika mampu mengedepankan qalbun salim dalam melihat berbagai persoalan yang dihadapi,” pungkas pengasuh kajian keislaman di Banda Aceh ini.(*)

Editor: Redaksi