Nabi Musa adalah salah satu Nabi yang memiliki sejumlah mukjizat, seperti tongkat berubah menjadi ular yang mengalahkan penyihir Firaun, membelah lautan, dan Nabi yang diajak berbicara langsung oleh Allah (kalimullah) saat di bukit Thursina.

Mukjizat ini diabadikan dalam surat Annisa, 164:

وَرُسُلًا قَدۡ قَصَصۡنٰهُمۡ عَلَيۡكَ مِنۡ قَبۡلُ وَرُسُلًا لَّمۡ نَقۡصُصۡهُمۡ عَلَيۡكَ‌ ؕ وَكَلَّمَ اللّٰهُ مُوۡسٰى تَكۡلِيۡمًا

Artinya: Dan (Kami telah mengutus) para rasul yang telah kukisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan para rasul yang tidak kukisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung. (QS. An-Nisa : 164).

Hal ini menunjukkan betapa mulianya Nabi Musa di sisi Allah, sehingga mendapat perlakuan istimewa (privilege) khusus. Tentu saja apapun yang didoakan Nabi Musa langsung terkabulkan.

Namun, ada sebuah kisah menarik yang dialami Nabi Musa ketika bergelut dengan sakit gigi.

Dikisahkan oleh Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nurudh Dholam:

Nabi Musa pernah mengadu (meminta sembuh) kepada Allah tentang giginya yang sedang sakit. Ketika mendengar pengaduan Nabi Musa, maka Allah memerintahkannya untuk mengobati sakitnya.

“Ambillah daun itu (sesuai yang ditunjuk oleh Allah) dan letakkanlah di gigimu,” perintah Allah kepada Nabi Musa.

Setelah itu, Nabi Musa pun mengambil daun tersebut dan meletakkannya di giginya, lalu seketika itu meredalah sakit giginya.

Namun, di suatu ketika sakit gigi Nabi Musa kambuh lagi. Sebelumnya Nabi Musa mengeluh dan berdoa kepada Allah agar diberikan kesembuhan.

Kali ini, Nabi Musa langsung memetik tanaman obat tersebut dan meletakkan di giginya yang sakit. Ia melakukan itu tentu karena tahu bahwa sebelumnya tanaman obat ini berkhasiat bisa menyembuhkan sakit gigi.

Ternyata, tanaman obat yang sebelumnya berhasil menyembuhkan sakit giginya tidak lagi memberikan kesembuhan. Bahkan sakit giginya makin bertambah parah.

Kemudian Nabi Musa langsung mengadu dan berdoa kepada Allah.

“Ya Allah bukankah kemarin Engkau memerintahkan dan menunjukkanku dengan tanaman tersebut untuk mengobati sakit gigiku?” ucap Nabi Musa.

Allah kemudian berfirman:

“Ya Musa, Aku adalah Dzat yang memberi kesembuhan, Dzat yang memberikan kesehatan, Dzat yang memberikan bahaya, Dzat yang memberikan manfaat. Pada sakit pertama kamu datang menghadap kepada-Ku maka Aku hilangkan penyakitmu. Kali ini, kamu tidak datang kepada-Ku tapi kamu datang kepada tanaman obat itu.”

Nabi Musa menyadari bahwa kesembuhan sejati datang dari Allah, bukan hanya dari tanaman obat. Dalam keputusasaan, Nabi Musa meminta pertolongan kepada Allah, yang menjelaskan bahwa kesembuhan sejati hanya datang dari-Nya.

Dari kisah ini, kita dapat mengambil beberapa hikmah.

Pertama, Allah memiliki kekuasaan mutlak untuk menentukan nasib dan kesembuhan seseorang. Kedua, sebagai makhluk Allah, manusia harus memohon kesembuhan kepada-Nya dalam segala kondisi.

Meskipun melakukan upaya lahiriah seperti pengobatan, manusia harus meyakini bahwa kesembuhan sejati hanya berasal dari Allah.

Kisah Nabi Musa ini mengingatkan kita akan kebesaran dan kekuasaan Allah dalam mengatur segala sesuatu di alam semesta.

Dengan memahami bahwa Allah adalah sumber segala kesembuhan, kita diharapkan dapat memperkuat iman dan ketaqwaan kepada-Nya dalam menghadapi cobaan dan penyakit dalam kehidupan ini. Wallahu a‘lam.(*)