Blangpidie, Acehglobal – Komite Penyelamat Olahraga (KPO) Aceh Barat Daya (Abdya) minta pemerintah kabupaten setempat untuk menunda pencairan dana hibah ke organisasi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Abdya.
Hal itu buntut konflik internal yang terjadi dalam tubuh KONI Abdya dengan sejumlah cabang olahraga (Cabor).
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) setempat, pada Rabu (23/4/2025), Cabor yang tergabung dalam KPO Abdya menyoroti berbagai permasalahan di kepengurusan KONI.
RDP ini digelar di ruang rapat DPRK dan dipimpin langsung oleh Ketua DPRK Abdya, Roni Guswandi, didampingi Wakil Ketua I Tgk. Mustiari, Wakil Ketua II Nurdianto, serta Ketua Komisi D Sardiman bersama anggota lainnya.
Perwakilan KPO Abdya, Rahmat Fitra, menyampaikan sejumlah catatan buruk terkait kinerja pengurus KONI Abdya yang dinilai tidak sesuai aturan. Di antaranya adalah rangkap jabatan yang tidak sesuai ketentuan, serta tidak pernah mengadakan rapat kerja (Raker) dengan Cabor yang dinaungi.
Ia juga menyoroti proses peremajaan pengurus yang dilakukan sepihak oleh Ketua KONI Abdya, Romi Syah Putra. “Pengelolaan anggaran tidak profesional dan proporsional. Bahkan kantor KONI disewa di rumah Ketua,” tegas Rahmat.
Rahmat juga menyesalkan kurangnya apresiasi terhadap atlet berprestasi, seperti yang terjadi pada atlet anggar saat Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumut. Ia menyebut anggaran tiap tahun dikelola oleh KONI Abdya, namun tidak berdampak positif terhadap pembinaan atlet.
Dalam pernyataannya, KPO menuntut pemberhentian Romi Syah Putra dari posisi Ketua KONI Abdya dan meminta pemerintah menunda pencairan NPHD dana hibah tahun 2025. Selain itu, KPO juga mendesak dilakukannya audit menyeluruh terhadap dana hibah KONI selama kepemimpinan Romi.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRK Abdya, Roni Guswandi, menyampaikan apresiasi atas kehadiran perwakilan Cabor dalam RDP. Ia merangkum poin-poin penting yang disampaikan KPO, mulai dari rangkap jabatan, tidak adanya Raker tahunan, reshuffle struktur tanpa dasar, hingga ketidaktransparanan anggaran.
Seterusnya, desakan mundur terhadap Ketua KONI, audit dana hibah, dan perhatian minim terhadap atlet juga jadi sorotan.
“Berbicara KONI juga bagian dari pemerintahan artinya tentu ada SOP yang harus kita lewati,” ujar Roni, yang akrab disapa Abi Roni, seraya meminta tanggapan anggota DPRK Abdya lain yang hadir.
Wakil Ketua II DPRK Abdya, Nurdianto, turut menyampaikan bahwa pihaknya memahami dasar mosi tidak percaya terhadap Ketua KONI. Ia mengakui selama ini persoalan internal KONI cukup kompleks dan sering muncul ke permukaan.
Menurutnya, laporan keuangan KONI diperiksa oleh BPK dan Inspektorat, namun harus ada transparansi dari pihak terkait. “Kami rasa RDP selanjutnya sebaiknya menghadirkan dua belah pihak agar pertanyaan bisa dijawab secara terbuka,” katanya.
Nurdianto juga menanggapi tudingan soal kurangnya apresiasi terhadap atlet peraih medali di PON. Ia menjelaskan bahwa anggaran KONI berjalan setahun sekali, sementara PON digelar di akhir 2024, sehingga dana saat itu sudah digunakan untuk kegiatan sebelumnya.
Meski begitu, ia tidak menutup kemungkinan perlunya pergantian Ketua KONI jika memang Romi tidak lagi layak memimpin. “Namun harus sesuai mekanisme, dan suka tidak suka saudara Romi sudah dilantik jadi Ketua KONI Abdya untuk periode kedua,” katanya.
Anggota Komisi D DPRK Abdya, Mukhlis MS, MA, menekankan pentingnya menyisihkan ego demi kelancaran pelaksanaan olahraga. Ia mengingatkan pelaksanaan Pra-PORA sudah dekat dan harus didahulukan agar tidak menghambat keikutsertaan Abdya di PORA.
“Kalau kita berpikir untuk kemajuan Abdya, persoalan internal sebaiknya disingkirkan dulu. Harapan kami, perbedaan pendapat jangan menghambat event besar ini,” ujarnya.
Sementara itu, pengurus Cabor Muaythai, Saiful Azmi, S.Pd, menanggapi sejumlah pernyataan Nurdianto, khususnya soal transparansi dana pembinaan. Ia juga membenarkan bahwa BPK sudah pernah melakukan audit anggaran KONI.
Selain itu, tambah Saiful, komisi D DPRK Abdya juga belum pernah mengawasi pengelolaan anggaran KONI. Ia bahkan meminta forum RDP menanyakan langsung hal itu ke pengurus Cabor.
“Dan juga KONI dulu sudah membentuk tim verifikasi turun ke cabor-cabor untuk anggaran pembinaan. Namun, hasil verifikasi tidak sesuai harapan cabor,” ungkapnya.
Saiful menyayangkan beberapa Cabor yang tidak lolos Pra-PORA justru mendapat apresiasi lebih besar daripada yang membawa pulang medali. Menurutnya, apresiasi terhadap atlet prestasi masih jauh dari layak.
“Kami yang membawa medali di PORA hanya diberi penghargaan kecil, sementara Cabor yang tidak berprestasi mendapat lebih besar,” tuturnya.
Dia menilai ketimpangan ini menjadi salah satu pemicu konflik dan perlu segera ditangani agar tidak berlarut-larut. Karena itu, KPO Abdya berharap KONI Aceh mengambil keputusan tegas demi perbaikan pengelolaan olahraga di Abdya.
Meski demikian, sebut Saiful, pihaknya tidak berniat menjatuhkan Ketua KONI. Pihaknya melemparkan keputusan itu ke KONI Provinsi Aceh.
“Biarlah KONI Provinsi Aceh yang mengambil keputusan, dan harapannya untuk menunda dulu pencairan anggaran hibah KONI tahun ini sampai konflik ini selesai,” pungkasnya. (*)
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp