Safar menerangkan, bahwa pada tanggal 20 dan 29 Mei lalu, Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) telah menyurati dan telah mengajukan keberatan kepada Pj Gubernur Aceh untuk segera menandatangani rekomendasi persetujuan alih kontrak Migas Pertamina di Aceh dari SKK Migas ke BPMA.

Namun, permintaan itu tidak diindahkan, dan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, maka dilakukan upaya banding ke atasan Badan/Pejabat Pemeritahan yang melakukan tindakan pemerintahan yang pelanggaran hukum tidak melakukan tindakan menandatangani rekomendasi agar menyetujui pengalihan kontrak migas dari SKK Migas ke BPMA di Aceh Timur dan Tamiang.

“Somasi dan keberatan telah kami sampaikan pada 20 dan 29 Mei lalu ke Gubernur, tapi masih juga tidak dilakukan permintaan kami untuk segera ditangani rekomendasi alih kelola Kontrak Migas Pertamina di Aceh dari SKK Migas ke BPMA. Karena itu, sesuai dengan mekanisme UU 30 tahun 2014 maka disampaikan banding kepada atasannya Gubernur yaitu Mendagri,” jelas Safar.

YARA, lanjut Safar, meminta Mendagri untuk memerintahkan Gubernur Aceh agar segera memberikan persetujuan atas rekomendasi terhadap Term & Condition yang telah disepakati oleh Pertamina EP, BPMA dan SKK Migas kepada Menteri ESDM paling lama sepuluh hari kalender sejak tanggal surat ini, agar Menteri ESDM dapat segera menetapkan Wilayah Kerja Rantau hasil Carved Out, dan Memerintahkan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) untuk segera menindaklanjuti persetujuan rekomendasi tersebut kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta.