ACEHGLOBALNEWS — Pemilihan umum atau Pemilu merupakan momen penting dalam sistem demokrasi, di mana rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpinnya. Menjelang pesta demokrasi rakyat, apa pun bentuknya, politik uang telah menjadi tradisi di tengah masyarakat.

Dalam bahasa inggris politik uang dikenal dengan istilah “money politics”. Sementara dalam bahasa Arab, politik uang identik dengan risywah. Perbuatan risywah berupa suap atau sogok menyogok. Dalam ajaran Islam sangat dilarang dan hukumnya haram.

Secara sederhana, politik uang didefinisikan sebagai pemberian uang atau materi lain kepada pemilih untuk memengaruhi pilihan mereka. Dampaknya sangatlah berbahaya, karena praktik ini merampas hak pilih bebas rakyat dan membuka jalan bagi penyalahgunaan kekuasaan.

Praktik politik uang, telah menjadi momok yang menghantui demokrasi Indonesia. Baik dalam pemilihan umum tingkat nasional maupun lokal, praktik ini sudah lazim terjadi dan mereduksi makna demokrasi itu sendiri.

Lebih parahnya lagi, politik uang menjadi akar dari budaya korupsi yang menggerogoti bangsa. Biaya politik yang tinggi – mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah – menjadi beban bagi calon peserta pemilu atau pilkada. Biaya ini digunakan untuk menyogok pemilih untuk meraup suara pemilih.

Untuk menutupi biaya fantastis ini, calon yang terjerat politik uang akan tergoda untuk melakukan korupsi setelah terpilih. Logikanya sederhana, mereka yang mengeluarkan modal besar ingin balik modal. Gaji yang relatif kecil tak cukup untuk menutupi biaya, sehingga korupsi menjadi solusi.

Korupsi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menyalahgunakan jabatan atau kewenangan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Hal ini tentu saja berakibat fatal bagi negara, menghambat pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Praktik politik uang dengan tujuan mempengaruhi pemilih dalam pemilihan legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden pada tahun 2024 adalah tindakan yang sangat diharamkan menurut ajaran agama Islam.

Ajaran Islam menegaskan pentingnya keadilan, integritas, dan kejujuran dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam proses pemilihan pemimpin.

Larangan Suap dalam Islam

Islam mengajarkan bahwa memberi atau menerima suap adalah perbuatan yang melanggar prinsip keadilan dan moral. Karena, suap dapat merusak integritas pemilihan dan menciptakan ketidaksetaraan di antara calon-calon yang berkompetisi.

Dalam Islam, larangan terhadap suap tercermin dalam berbagai ajaran dan nasehat dari Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah Saw.

Dalil dalam Al-Qur’an:
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2:188):

وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًۭا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya:

“Dan janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu menyuap hakim dan pemegang-pemegang kuasa agar dapat memakan sebahagian dari harta manusia itu dengan dosa padahal kamu mengetahui.”

Ayat ini menegaskan larangan memberi suap untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah. Suap dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap keadilan dan menyebabkan ketidaksetaraan dalam masyarakat.

Disamping itu dalam Surah Al-Ma’idah Ayat 42, Allah SWT juga berfirman:

سَمَّٰعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّٰلُونَ لِلسُّحْتِ ۚ فَإِن جَآءُوكَ فَٱحْكُم بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ ۖ وَإِن تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَن يَضُرُّوكَ شَيْـًٔا ۖ وَإِنْ حَكَمْتَ فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِٱلْقِسْطِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ

Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.

Dilansir dari NU Online, Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan salah satu yang terlarang, dan sering dilakukan dalam masyarakat, adalah menyuap atau menyogok.

Penyogok menurunkan keinginannya kepada yang berwewenang memutuskan sesuatu, tetapi secara sembunyi-sembunyi dan dengan tujuan mengambil sesuatu secara tidak sah. Allah melarang praktik menyogok ini, karena bertentangan dengan prinsip keadilan dan kejujuran.

Tindakan suap dapat menyebabkan orang yang berwenang mengambil keputusan yang tidak adil dan tidak jujur, karena mereka telah dipengaruhi oleh suap yang diterimanya. Hal ini dapat merugikan pihak lain yang seharusnya mendapatkan haknya.

Begitupun dalam hadits, Nabi Muhammad bersabda bahwa Allah telah melaknat penyuap dan penerima suap. Laknat adalah kutukan dari Allah swt, yang berarti pelakunya akan mendapatkan siksa dan murka dari Allah swt.

عن عبد الله بن عمرو قال لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ

Artinya; “Dari Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa Rasulullah saw melaknat orang yang melakukan penyuapan dan yang menerima suap.” [HR Tirmidzi dan Abu Dawud]

Dalam Hadis lain Rasulullah SAW juga bersabda:

“Barangsiapa yang menyuap atau disuap, maka ia bukan dari golonganku (umat Islam).”

Hadis ini menegaskan bahwa orang yang terlibat dalam praktik suap tidak dapat dianggap sebagai bagian dari umat Islam. Tindakan ini dianggap merusak integritas individu dan masyarakat.

Konsekuensi Hukum dalam Islam

Islam memberikan konsekuensi hukum bagi mereka yang terlibat dalam memberi atau menerima suap. Tindakan ini dapat merugikan tidak hanya individu yang terlibat, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Keadilan adalah prinsip utama dalam Islam, dan melanggarnya dapat menyebabkan ketidakstabilan dan ketidakadilan dalam pemerintahan.

Dalam artikel ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pemilihan legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden pada tahun 2024, Islam menekankan pentingnya kejujuran dan integritas.

Larangan memberi dan menerima suap adalah bagian integral dari nilai-nilai Islam yang mendorong keadilan dan kesetaraan. Masyarakat Muslim diharapkan untuk memahami bahwa tindakan ini merugikan dan dapat menghancurkan fondasi keadilan dalam sistem demokrasi.(*)