JAKARTA – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Indonesia (Menteri Desa PDTT), Abdul Halim Iskandar, mengungkapkan bahwa perangkat desa tidak dapat diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS (Pegawai Negeri Sipil).

Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan atas tuntutan dari sejumlah perangkat desa yang ingin diangkat menjadi ASN.

Gus Menteri menjelaskan, para perangkat desa tidak memiliki jam kerja tetap atau bekerja penuh selama 24 jam untuk melayani masyarakat. Sebaliknya, ASN memiliki jam kerja yang ditentukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Yang jelas karena perangkat desa itu (kerja) 24 jam, tidak bisa kemudian ASN, kan ada jam kerja. Sampean tahu kan, bagaimana kerja perangkat desa 24 jam,” ujar Gus Menteri kepada wartawan di Kuningan City Mall, Jakarta Selatan, sebagaimana dikutip merdeka.com, Minggu (25/6/2023).

Meskipun demikian, ia berharap agar dilakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satu tujuannya adalah untuk memberikan kepastian hukum terkait status perangkat desa.

Menurut Gus Menteri, kepastian hukum sangat penting guna memperjelas status pekerjaan serta masa depan para pegawai perangkat desa. Dengan demikian, kesejahteraan mereka dapat terjamin dengan lebih baik.

“Kepastian hukum dia (perangkat desa) itu sebagai apa? supaya masa depannya jelas dan imbang antara tugas-tugas yang diemban dengan apa yang diperoleh dan masa depannya,” bebernya

MPR: Rencana Revisi UU Desa Dibuka

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI, Yandri Susanto, menyampaikan pandangannya bahwa revisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dapat dilakukan. Hal ini terkait usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari 6 tahun menjadi 9 tahun.

“Menurut saya, semua dinamika dan aspirasi masyarakat harus dibahas di DPR. Artinya, UU Desa Nomor 6 terbuka untuk direvisi,” jelas Yandri saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, seperti yang dikutip pada Senin (30/1).

Bagi Yandri, tidak ada UU yang tidak dapat direvisi. Apabila usulan tersebut berasal dari masyarakat dan didukung oleh fraksi-fraksi partai politik, maka UU Desa dapat direvisi.

Yandri menyarankan agar revisi UU Desa dimasukkan ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2023 jika memberikan manfaat yang baik.

“Tadi aspirasi bagus, tentu yang mengesahkan pemerintah dan DPR apakah benar aspirasi itu diterjemahkan terhadap UU tunggu nanti,” ungkap Yandri.(*)

Sumber: Merdeka.com