BLANGPIDIE – Kisah sedih yang memilukan dialami oleh Eka Suprawati (40), seorang janda miskin tiga orang anak tinggal dalam kondisi serba kesusahan di Desa Lhung Baroe, Kecamatan Manggeng, Aceh Barat Daya (Abdya).

Pantauan Acehglobal, Eka bersama tiga anaknya menempati gubuk kecil dengan ukuran yang sangat sempit, yaitu 2,5 x 2,5 meter, terbuat dari papan beratap seng. Bangunan ini dulunya merupakan kandang ayam program “Manok” KUB di Desa Lhung Baroe beberapa tahun yang lalu.

Eka dan tiga anak ini telah tinggal di gubuk tersebut sejak lebih dari 4 tahun lalu. Di gubuk itu tidak tersedia kamar mandi dan jambanisasi (toilet). Semua perkakas kebutuhan rumah tangga juga berada di dalamnya. Sedih, karena semua aktifitas kebutuhan dasar mereka serba dilakukan dalam gubuk tersebut, mulai dari tidur hingga tempat dapur memasak.

Anak sulungnya, Lhutfy Azhari (17), masih menempuh pendidikan di kelas I Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Manggeng. Anak keduanya, Fachrol Arrazy (12), bersekolah di kelas 6 SD, dan yang bungsu, Alfathan Carloss (8), berada di kelas 2 SD.

“Untuk kamar mandi tidak ada, jika ingin mandi dan ke toilet, saya bersama tiga anak saya pergi ke rumah orang tua yang tak jauh dari gubuk ayam KUB yang kami tempati saat ini,” ungkap Eka saat ditemui Wartawan Acehglobal, Selasa (8/8/2023).

“Kalau saya mencuci pakaian di parit jaraknya dari rumah lebih 1 km, saya pergi kesana berjalan kaki,” sambungnya.

Kondisi dalam rumah gubuk yang ditempati Eka dan tiga anaknya saat ini. Foto: Acehglobal/M. Nasir.

“Saya tidak punya suami, suami saya sudah kawin lagi. Kami tidak memiliki harta, yang ada hanya anak tiga orang. Ketiga-tiganya masih bersekolah,” tambah Eka dengan air mata yang bercucuran.

Sehari-harinya, Eka berkerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga. Di desa dia hanya menerima bantuan BLT Dana Desa yang diberikan Rp 300.000 per bulan oleh pemerintah desa Lhung Baroe.

“Apa saja mau saya kerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup anak saya, asalkan halal, seperti menyapu rumah tetangga, mencuci pakaian tetangga hingga memanen padi ‘ciding’ (padi yang tumbuh lagi usai panen) sawah orang lain,” imbuhnya.

Atap rumah gubuk yang ditempati Eka juga kerap bocor. Untuk menyewa rumah ia mengaku tak punya uang. Eka telah diceraikan suaminya (NS) pada tahun 2015 lalu. Sewaktu ada suami, ia mengaku saat itu masih sewa-sewa rumah.

“Harapan saya kepada pemerintah, kami bisa dibantu rumah yang layak huni. Tinggal di tempat bekas kandang ayam, anak saya sering minder di ejek oleh teman-temannya dipanggil anak ayam KUB. Meski demikian, saya tetap kasih semangat pada mereka agar jangan minder dan tetap mau bersekolah,” jelas Eka dengan nada sedih.

Tampak dari belakang dan samping rumah gubuk yang ditempati Eka dan anak-anaknya. Foto: Acehglobal/M. Nasir.

Untuk diketahui, mendapat informasi tersebut pihak Baitul Mal Abdya telah terjun langsung ke lokasi rumah yang ditempati Eka dan anak-anaknya di Desa Lhung Baroe, Kecamatan Manggeng, Abdya.

“Kami telah meninjau langsung kondisi rumah Ibu Eka. Insyaallah, kami akan segera melaporkannya kepada Pak Pj Bupati, karena menurut pandangan kami, Ibu Eka sangat pantas mendapatkan bantuan rumah yang layak huni,” kata Ketua Baitul Mal Abdya, Zulbaili Djuned yang didampingi anggota Salman Syarif, Tgk Hirman dan Tgk Syamsul Qamar. (*)

Editor: Redaksi