Gaza, Palestina — Perwakilan badan intelijen Israel, Mossad ditarik dari mediasi perundingan gencatan senjata di Qatar. Upaya mediasi konflik Israel – Hamas tersebut melibatkan Mesir dan Amerika Serikat.

Pernyataan resmi dari kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebutkan bahwa keputusan ini diambil setelah kebuntuan dalam negosiasi. Mossad, yang dipimpin oleh David Barnea, diperintahkan untuk kembali ke Israel.

“Menyusul kebuntuan dalam negosiasi dan atas arahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, David Barnea, kepala Mossad, memerintahkan timnya di Doha untuk kembali ke Israel,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan seperti diberitakan Al Jazeera, Sabtu (2/12/2023).

Pernyataan tersebut menuding Hamas tidak memenuhi kesepakatan terkait perpanjangan gencatan senjata di Gaza, termasuk pembebasan semua perempuan dan anak-anak yang ditahan di Gaza yang masuk dalam daftar Israel.

Beberapa jam kemudian, Hamas menyatakan tidak akan ada lagi pertukaran tahanan dengan Israel sampai perang di Gaza selesai.

“Sikap resmi kami adalah tidak akan ada pertukaran tahanan lebih lanjut sampai perang berakhir,” kata wakil ketua kelompok tersebut, Saleh Al-Arouri, kepada Al Jazeera.

“Tahanan Israel tidak akan dibebaskan sampai tahanan kami [Palestina] dibebaskan dan setelah gencatan senjata diberlakukan,” sambungnya.

Hamas, lanjut Al-Arouri mengklaim sudah membebaskan semua sandera perempuan dan anak-anak saat gencatan senjata yang berlangsung selama seminggu itu.

“Pendudukan Israel bersikeras bahwa kami masih menahan perempuan dan anak-anak, namun kami telah membebaskan mereka semua,” ungkapnya.

“Yang tersisa dari tahanan Israel adalah tentara dan warga sipil yang bertugas di militer,” tambah Al-Arouri.

Selain itu, Hamas juga mengatakan kelompoknya siap untuk menukar jenazah Israel dengan imbalan pengembalian jenazah warga Palestina.

“(Hamas siap menukar) jenazah warga Israel yang meninggal dengan imbalan para martir kami sendiri. Tapi, kami perlu waktu untuk menggali kembali jenazah-jenazah ini,” kata Al-Arouri.

Gencatan senjata di Gaza berakhir pada Jumat (1/12) setelah tidak ada pembaruan kesepakatan antara Israel dan Hamas.

Israel dan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, sepakat gencatan senjata pada 24 November dan diperpanjang hingga dua kali.

Setelah gencatan senjata berakhir, sejauh ini dilaporkan hampir 200 warga Palestina meninggal dan ratusan lainnya terluka. Sedangkan, total korban jiwa setelah agresi Israel dimulai pada 7 Oktober lalu mencapai lebih dari 15.000 yang didominasi perempuan dan anak-anak.(*)

(red/sal)