Statement Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara, Razali Abu terkait minimnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan Perusahaan Daerah Bina Usaha (PDBU), akhirnya ditanggapi serius oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat.

Pemkab Aceh Utara menilai pentingnya duduk rembuk antara Komisi III DPRK Aceh Utara dengan Direktur PDBU yang merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Aceh Utara.

“Hal ini menjawab pertanyaan media terkait pendapat Ketua Komisi III DPRK Aceh Utara, Razali Abu tentang tidak tercapainya PAD di PD Bina Usaha sebagaimana dilansir di sejumlah media,” kata Kabag Humas Setdakab Aceh Utara, Hamdani yang didampingi Direktur Utama PDBU, T. Asmoni SE, Selasa (4/6/2022).

Hamdani berharap adanya Focus group discussion (FGD) bersama dalam rangka membahas capaian PAD dan juga langkah strategis untuk menggenjot pemasaran produk di PDBU tersebut.

“Hasil pengumpulan data dari Direktur PDBU, ada 10 poin yang dicatat oleh Direktur PDBU untuk dipublis,” sebut Hamdani.

Sementara itu, Direktur Utama PDBU, T. Asmoni SE menjelaskan secara rinci setoran PAD terakhir PD Bina Usaha sejak tahun 2007 yang saat itu masih disubsidi Pemkab Aceh Utara.

“Pansus aset DPRK tahun 2015 memberikan dua opsi terhadap PD Bina Usaha, yaitu meminta Bupati untuk membekukan PDBU dan memperbaiki manajemen dan kinerjanya,” cerita T. Asmoni yang kala itu belum menjabat Dirut PDBU.

Bahkan, tambah Asmoni, tahun 2017 lalu Wakil Ketua DPRK juga meminta PDBU untuk tutup atau mencari solusi untuk tidak bangkrut.

Pertengahan tahun 2018, Pemkab Aceh Utara membuka penjaringan Dirut PDBU dengan melalui fit and proper test yang dilakukan oleh Komisi III DPRK Aceh Utara.

Saat itu T. Asmoni terpilih sebagai Dirut baru, sedangkan Dirut lama telah mengundurkan diri. Tanggal 6 Juli 2018, T Asmoni dilantik oleh Bupati Aceh Utara H. Muhammad Thaib.

“Sejak itu pasca saya dilantik, saya terus mulai bekerja. Perusahaan ini benar benar colaps, tidak ada bisnis yang jalan, dan gaji karyawan pun banyak tertunggak,” jelas pria yang akrab disapa Teuku Moni ini.

Waktu itu, sambung Teuku Moni, selama dua tahun bahkan listrik kantor pun dipotong karena perusahaan tidak sanggup membayar biaya listrik.

“Saya coba gali sumber uang dari aset di Geudong, tapi itu juga awalnya berkonflik sampai Bupati dan saya digugat ke Pengadilan oleh penghuni kios karena aturan sudah habis masa pakai. Begitu juga lahan yang terbengkalai selama 20 tahun di tanah eks pemadam kebakaran Lhokseumawe, saya coba untuk fungsikan kembali agar perusahaan daerah ada uang,” terangnya.

Tidak hanya sampai disitu, beber Teuku Moni, sebanyak 90 kios di Pasar Inpres Lhokseumawe juga hampir raib, namun dirinya dengan bersusah payah mengembalikan aset tersebut sehingga bisa kembali menjadi milik Pemkab Aceh Utara.

“Melakukan semua itu dengan dana dan pegawai yang terbatas tentu bukan hal yang mudah, akan tetapi saya terus memberikan semangat kepada Karyawan,” ujarnya.

Ia melanjutkan, pihaknya sudah melakukan kerjasama beberapa objek bisnis bersama mitra dengan pola bagi hasil yang disetujui oleh atasan. Bagi hasil itu menjadi PAD yang disetor ke Pemkab Aceh Utara.

“Jadi kami sebenarnya sudah melahirkan PAD tapi bukan dalam bentuk uang tunai, tapi unit ruko dan kios yang menjadi bagian dari Pemkab tanpa subsidi seribu rupiah pun,” ulasnya.

“Harusnya kami didukung dalam upaya penguatan kembali posisi bisnis perusahaan karena sampai saat ini saya sebagai Dirut juga belum ada gaji normal seperti layaknya perusahaan lainnya tapi kita punya produk yaitu ruko dan kios yang kita bangun,” sambung Teuku Moni lagi.

Diujung penyampaiannya, Direktur PD Bina Usaha itu mengucapkan salam hormat dan terimakasih kepada seluruh jajaran di PT. Bina Usaha Aceh Utara.

“Saya akan jawab semua tudingan itu dengan kerja dan kinerja kami, mohon dukungan dan kritisi kami dengan penuh rasa kebersamaan agar Perusahaan ini bisa kita jalankan sebagamana mestinya,” pungkas T. Asmoni.(*)