GLOBAL BANDA ACEH – Pemerintah Aceh bersama dengan Kemendagri telah melakukan finalisasi terhadap draft Rencana Pembangunan Aceh (RPA) tahun 2023-2026 beberapa hari lalu di Jakarta.
Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari tersebut (29 Januari–1 Februari 2022) dipimpin langsung oleh Kepala Bappeda Aceh, Teuku Ahmad Dadek beserta jajarannya, unsur Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA) dan Inspektorat Aceh.
Sementara dari Kemendagri dihadiri langsung oleh Direktur Perencanaan, Evaluasi dan Informasi Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Drs. Nyoto Suwignyo,MM dan Kasubdit Perencanaaan dan Evaluasi Wilayah 1 Ditjen Bina Bangda Kemendagri, Bagus Agung Herbowo, ST, MT.
“RPA ini merupakan perintah dari Inmendagri No. 7 Tahun 2021,” kata Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA dalam keterangannya, Kamis (3/2/2022).
Muhammad MTA menerangkan, berdasarkan penjelasan pihak Kemendagri, setidaknya ada 5 pedoman pokok yang mendasari penyusunan RPA tersebut, yakni; pertama harus mempedomani Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 tentang program prioritas yang bersinggungan dengan Aceh.
Kedua, mempedomani RPJP Aceh terutama pada periodesasi Tahun keempat. Ketiga mempedomani RPJM Aceh periode 2017-2022 terutama terkait dengan pengentasan kemiskinan, ekonomi dan kesenjangan antar wilayah.
“Ini penekanannya pada hasil evaluasi kita terhadap pembangunan pemerintahan “Aceh Hebat” 2017-2022, program-program pembangunan yg tidak tercapai periode ini apalagi adanya kasus pandemi global Covid19 yang berpengaruh besar terhadap capaian program pembangunan selama ini,” jelas MTA.
Kemudian, yang ke empat, lanjutnya, disesuaikan dengan isu-isu yg berkembang saat ini seperti seperti Covid19, pemberdayaan UMKM, dan lainya.
Kelima, adanya kebijakan-kebijakan pusat, seperti di tahun 2023 akan dihapuskannya tenaga kontrak dan dilakukan pengangkatan pegawai sistem PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), lalu 25 persen Dana Alokasi Umum (DAU) diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi dan 8 persen untuk penanganan Covid19.
“Atas dasar inilah, dipandang pelu digelar semacam konsultasi dan singkronisasi dengan pihak Kemendagri, dalam rangka finalisasi Draft RPA, sebelum nantinya kita gelar Forum Konsultasi Publik di Aceh,” katanya.
MTA menambahkan, ada perbedaan yang sangat mendasar antara RPJM dan RPA. Jika RPJM didasari oleh visi-misi politik kepala daerah dari Pilkada dan mempunyai tahapan panjang hingga pembahasan bersama DPRA serta ditetapkan dengan Qanun.
Namun, RPA lebih sederhana, RPA sifatnya lebih kepada dokumen teknokratik yang kemudian ditetapkan melalui peraturan kepala daerah atau Peraturan Gubernur, kemudian RPA ini akan menjadi pedoman bagi Penjabat (PJ) Gubernur nantinya saat menjalankan kepemimpinan daerah.
“Walau mempunyai perbedaan sangat mendasar tersebut, namun RPJM dan RPA mempunyai persamaan yang sangat substansial, sama-sama mempunyai satu orientasi paling krusial yaitu; mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” terang MTA lagi.
Dia mengatakan, untuk membahas lebih lanjut hasil pertemuan itu dilakukan pada Selasa, 8 Februari 2022 mendatang di Banda Aceh, pemerintah akan menggelar Forum Konsultasi Publik. Forum tersebut nantinya akan melibatkan banyak pihak dan stakeholder termasuk DPRA.
“Kita harapkan nantinya pada Forum itu kita semua bisa berperan aktif dalam mewujudkan RPA yang berkualitas bagi Aceh,” imbuhnya.
MTA menuturkan, setelah konsultasi publik berlangsung, maka hasil dari pertemuan itu akan disampaikan kepada Gubernur untuk kemudian disampaikan kepada Mendagri untuk fasilitasi. Sesuai dengan Inmendagri No.7/2021.
“Pada minggu pertama Maret RPA ini sudah selesai dan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur, selanjutnya kita laporkan kepada DPRA. RPA inilah yang akan menjadi dasar atau rujukan kita, terutama bagi semua SKPA dalam menyusun RKPA tahun anggaran 2023,” tutupnya. (*)