Namun, lanjut Zulkarnaini, yang terjadi justru munculnya masalah seperti kekosongan Kas Daerah. Kondisi ini memunculkan ketidakjelasan dalam pencairan anggaran, termasuk untuk pencairan Alokasi Dana Gampong (ADG).

“Jadi, pemerintah melalui para pihak yang berwenang tidak lagi bicara soal dimana pos-pos anggaran kekosongan Kas, yang perlu dibicarakan adalah keabsahan SPM dan kepastian pelaksanaan kegiatan, bila semuanya ril, maka tugas pemerintah adalah mencairkan setiap SPM-SPM yang masuk,” jelasnya.

Lalu, sebut Zulkarnaini ada fenomena pasar yang beredar, dimana ada SPM dan jenis pembiayaan tidak bisa dibayar lantaran Pemerintah Daerah Abdya mengaku tidak ada uang. Menurut dia hal tersebut tampak seperti “Drama Korea” yang menjadi sebuah tontonan yang menggelitik publik.

“DPA yang saudara isi adalah sebuah kitab anggaran yang semuanya meyakini bahwa, apa saja yang terdaftar di DPA adalah sudah melalui proses perencanaan dan pemerintah menetapkan anggaran sebesar 1 triliun dalam masa kerja 1 tahun. Dan tugas saudara adalah melaksanakan perintah Qanun, bukan melaksanakan perintah kebijakan dan wewenang,” tambahnya.

Menurut Zulkarnaini, fenomena pengelolaan APBK di Abdya ini sangat lucu dan luar biasa, sebab ada kegiatan-kegiatan yang sudah melalui proses amprahan SPM justru hanya wara-wiri dari Dinas (SKPK) ke Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD), kemudian balik lagi dari BPKD ke Dinas, dengan alasan Pemerintah Daerah belum ada uang.

“Dan yang paling parah lagi adalah setingkat Dana Desa dengan ADG-nya bisa tidak dicairkan. Saya mendengar kalau ADG tidak tersedia dana. Sekarang apa kendalanya? Terkendala transferkah atau Anda bermain main dengan politik anggaran,” sindirnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News