Jakarta, Acehglobal — Yuni Eko Hariatnya (Haji Embong) dan Yudhistira Maulana, aktivis advokasi hukum dan HAM pada Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) mengajukan gugatan terhadap Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Keduanya, mempermasalahkan proses penunjukkan Bustami sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh oleh Presiden Republik Indonesia yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Pengangkatan Bustami sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Aceh belum memenuhi asas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, dalam pasal 2 disebutkan, Penyelenggaraan Kebijakan dan Manajemen ASN berdasarkan pada asas ;kepastian hukum; profesionalitas; proporsionalitas; keterpaduan; pendelegasian; netralitas; akuntabilitas; efektifitas dan efesiensi; keterbukaan; non diskriminatif; persatuan dan kesatuan; keadilan dan kesetaraan; dan kesejahteraan,” terang Suhaimi, Kuasa Hukum Haji Embong dan Yudhistira di PTUN Jakarta, Jum’at (2/8/2024).
Sebelum mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta, keduanya sudah menyurati Presiden meminta agar Keputusan Presiden RI Nomor 104/TPA Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh untuk dicabut/dibatalkan karena prosesnya tidak sesuai dengan prosedur yang mengacu pada UU Nomor 30 Tahun 2014, yang dalam Pasal 52 menegaskan, syarat sahnya Keputusan meliputi: a) ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang, b) dibuat sesuai dengan prosedur, c) subtansi yang sesuai dengan objek Keputusan, namun sampai tenggat waktu yang diberikan tidak juga dijawab oleh Presiden, kemudian diajukan keberatan, juga tidak dijawab sesuai dengan tengat waktu yang diberikan dalam UU, sehingga dianggap menjadi sebuah keputusan dalam hal perbuatan yang dikenal dengan fiktif positif dalam hukum Tata Usaha Negara.
“Pada tanggal 5 Juni 2024, kami telah menyurati Presiden, menyampaikan agar Keputusan Presiden RI Nomor 104/TPA Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh di cabut atau dibatalkan karena tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU Nomor 30 tahun 2014, setelah batas waktu permohonan tidak dijawab kami ajukan keberatan sebagaimana diatur dalam UU 30/2014, juga tidak dijawab sesuai dengan tenggat waktunta sehingga kami berkesimpulan ini menjadi perbuatan fiktif positif dikabulkannya permohonan kami oleh Presiden untuk mencabut Keputusan Presiden RI Nomor 104/TPA Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh,” kata Suhaimi.
Alasan Haji Embong dan Yudhistira meminta pembatalan Keputusan Presiden tersebut berpijak pada pasal 56 UU 30/2014, yaitu : (1) Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah, (2) Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagimana dimaksud dalam pasl 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan. Namun permintaan tersebut sampai dengan batas waktu yang ditenttukan oleh Undang-Undang tidak juga dijawab, dan jika merujuk pada pasal 77 ayat (5) UU 30/2014, “Dalam hal Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menyelesaikan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), keberatan dianggap dikabulkan.”
“Gugatan kami ini mengacu pada pasal 56 UU 30/2014, dimana disebutkan Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah dan keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagimana dimaksud dalam pasl 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan,” tambah Suhaimi yang juga Kepala Perwakilan YARA Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan.
Gugatan yang diajukan ke PTUN Jakarta tersebut meminta agar Pengadilan menyatakan bahwa tindakan Tergugat merupakan Perbuatan melanggar hukum jika tidak menerbitkan Keputusan mengabulkan permohonan Para Penggugat untuk membatalkan Keputusan Presiden RI Nomor 104/TPA Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh, dan memerintahkan Tergugat mengeluarkan Keputusan Pencabutan dan/atau pembatalan Keputusan Presiden RI Nomor 104/TPA Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh.
“Kami meminta agar pengadilan memerintahkan Presiden untuk mengeluarkan Keputusan Pencabutan dan/atau pembatalan Keputusan Presiden RI Nomor 104/TPA Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh dan ditetapkan sebagai perbuatan melanggar hukum jika tidak mengeluarkan Keputusan tersebut”, tutup Suhaimi usai mendaftakan gugatan tersebut di PTUN Jakarta bersama Haji Embong, dan telah diregister dalam perkara Nomor 266/G-TF/2024/PTUN-JKT oleh Plt Panitera Hj Romlah, SH., MH.(*)