Oleh: Teuku Alief Furqan
“Islam, merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (SAW) sebagai Rahmatan lil ‘Alamin dimuka bumi ini.”
Kebenaran ajarannya, serta keshahihan dari apa yang disampaikan oleh Allah lewat perantara Al-Qur’anul Karim sebagai Kitab-Nya, serta Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai Rasul-Nya, menjadikan Islam menjadi agama yang tak terdapat sedikitpun noda hitam didalamnya.
Tak pelak, Islam lah yang menjadi jalan untuk selamat di dunia dan akhirat, bagi seluruh umat manusia. Dalam prakteknya sebagai Rahmatan lil ‘Alamin, tentunya Islam memiliki pegangan yang menjadi acuan manusia dalam menjalani hidup agar terhindar dari out of control.
Al-Qur’an merupakan pedoman utama Ummat dalam menjalani kehidupan. Merupakan Kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah dengan jalan Mutawatir (perlahan-lahan, berangsur-angsur), yang dimulai dari Surah Al-Fatihah dan diakhiri Surah An-Nas, serta membacanya bernilai ibadah, maka Al-Qur’an hadir tak hanya menjadi pedoman, melainkan juga sumber ibadah yang dapat menuntun Ahli-Nya menuju Jannatullah yang mulia dan bahagia.
Namun, Al-Qur’an tak sendirian dalam membimbing umat. Adalah Hadits (Sunnah Rasulullah) yang menemani dan melengkapi Al-Qur’an hingga menjadikan Islam sebagai pilihan hidup paling tepat dan menjadi salah satu alasan manusia hidup di muka bumi ini.
Hadits secara pengertian istilahnya adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun Taqrir (ketetapan, persetujuan) Nya, baik sifat jasmani maupun akhlak setelah maupun sebelum diangkat menjadi Nabi. Artinya, Islam tak hanya memiliki pedoman langsung dari Allah sebagai Rabb saja, namun juga dari Rasulullah yang merupakan “asisten” Allah dalam membimbing manusia.
Sekalipun keabsahan dan keilmuan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah ada sejak 14 abad yang lalu, namun aspek keilmuannya tetap sempurna untuk menjadi sumber keilmuan dan hukum, dimana keduanya memang sudah Allah “set to be the mentor until the day after”.
Pada perkembangannya, Hadits mengalami beberapa kali periode perkembangan, mulai dari kelahirannya sebagaimana pengertiannya yakni berasal dari Rasulullah, sampai kepada era modernisasi seperti saat ini. Periode perkembangan Hadits tersebut dapat di klasifikasikan kepada 5 periode sebagai berikut.
1. Periode Perkembangan Hadits di Masa Rasulullah SAW
Masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ini disebut sebagai ‘Ashr Al-Wahyu wat Ta’win, yakni masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat.
Keadaan transisi dari zaman Jahiliyyah menuju zaman Islamiyah ini sangat menuntut kehati-hatian dari Nabi dalam membimbing umat, dan kejelian sahabat dalam memahami wahyu dan hadits, dikarenakan sahabatlah yang menjadi pewaris pertama ajaran Islam bila Nabi telah tiada.
Pada masa ini, kebanyakan sahabat mengahafal Hadits diluar kepala. Dalam segi karakteristik penulisan, Nabi awalnya melarang penulisan Hadits.
Hal ini semata-mata kekhawatiran Nabi akan tercampurnya Al-Qur’an dengan Hadits, yang mana saat itu para sahabat masih sangat fokus menulis Al-Qur’an yang memang sedang turun berangsur-angsur. Namun, pada masa ini, ada beberapa sahabat yang tetap menulis Hadits dengan catatan pribadi dalam shahifah (lembaran-lembaran), hingga Nabi mengizinkan penulisan Hadits.
2. Periode Perkembangan Hadits di Masa Khulafa’ur Rasyidin
Masa selanjutnya dalam perkembangan Hadits adalah masa Khulafa’ur Rasyidin. Khulafa’ur Rasyidin adalah para Khalifah utama yang menjadi pemimpin Kaum Muslimin setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Masa ini berlangsung di zaman pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Thalib, sekitar 11-40 Hijriyah.
Perkembangan Hadits pada masa Khulafa’ur Rasyidin ditandai dengan penyederhanaan periwayatan atau biasa dikenal dengan Taqlilur Riwayat. Hal ini dikarenakan pada masa Khulafa’ur Rasyidin, para Sahabat masih fokus dalam pemeliharaan penyebaran Al-Qur’an, sehingga periwayatan Hadits dipersingkat.
Pada masa Khulafa’ur Rasyidin penulisan sudah masuk ke fase harus disertai dengan sumpah dan saksi dari para sahabat ataupun yang mendengar Hadits tersebut langsung dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Adapun untuk model penulisannya tetap seperti pada masa Rasulullah, yaitu catatan pribadi dalam bentuk Shahifah.
3. Periode Perkembangan Hadits di Masa Tabi’in
Tabi’in merupakan jamak dari bahasa Arab Tabi’ yang artinya pengikut. Menurut pengertiannya, Tabi’ adalah orang-orang beriman yang hidup dan berjumpa dengan para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan meninggal dalam keadaan Islam dan beriman.
Antara sahabat dan tabi’in terdapat perbedaan dari segi sulit tidaknya perkembangan Hadits. Para sahabat mengalam kesulitan dimana sahabat dihadapkan dengan pengumpulan Al-Qur’an yang juga bercampur dengan hadits.
Beda halnya dengan tabi’in yang sudah mendapat peninggalan para sahabat, serta memang pada masa akhir sahabat, para sahabat mulai bertebaran mengajarkan hadits sehingga mempermudah para tabi’in.
Pada masa Tabi’in, perkembangan Hadits sudah ke tahap pengumpulan Hadits (Al-Jumu’ah wat Tadwin). Namun pada masa ini, banyak terjadi kerusakan dalam penulisannya.
Karakter penulisannya rusak dimana terjadi percampuran antara Hadits Nabi, fatwa serta aqwal sahabat. Serta model pembukuannya sudah mulai berkembang, dimana sudah terdapat model pembukuan baru selain Shahifah, yakni Mushannaf, Muwatha’, Musnad dan Jami’.
4. Periode Perkembangan Hadits di Masa Tabi’-tabi’in
Tabi’-tabi’in adalah masa setelah wafatnya tabi’in terakhir yang bertemu sahabat. Masa Tabi’-tabi’in ini dikenal dengan masa kejayaan kodifikasi Hadits (Azha’ Al-Ushur Sunnah).
Pada masa ini, filterisasi dan klasifikasi Hadits mulai dilakukan demi membersihkan Hadits dari kerusakan seperti tercampurnya dengan fatwa dan aqwal sahabat seperti yang sudah terjadi. Adapun untuk model pembukuan di masa ini, Kitab Musnad, Jami’ dan Sunan adalah model pembukuan yang terhasil.
5. Periode Perkembangan Hadits di Masa Setelah Tabi’ Tabi’in (Abad II-saat ini)
Perkembangan Hadits yang terjadi semenjak abad II hingga saat ini, sudah sangat pesat. Hadits sudah masuk kepada masa dimana penghimpunan, dan penyusunan serta penertiban Hadits dilakukan secara sistematik (Al-Jam’u wat Tartib wat Tanzhim).
Adapun untuk karakteristik penulisannya, Hadits hampir keseluruhannya diambil dari kitab-kitab sebelumnya, namun lebih sistematik. Terakhir, untuk model pembukuannya, Mu’jam, Mustadrak, Mustakhraj, Ikhtisar dan Syarah adalah model-model pembukuan yang sudah ada sampai saat ini.
Demikianlah klasifikasi perkembangan Hadits mulai dari masa kelahiran Nabi Muhammad SAW hingga saat ini. Wallahu A’lam.(*)
Penulis adalah Mahasiswa Semester 2 Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.