Lhoksukon, Acehglobal — Pada Jumat, 2 Agustus 2024, Tgk. Jamaluddin Ismail, yang akrab disapa Walidi, memberikan khutbah Jumat di Masjid Haji Muhammad Hanafiah Gampo Ranto, Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.
Walidi yang juga merupakan Imam Besar Masjid Agung Baiturrahim Lhoksukon dan Pimpinan Dayah Sa’adatul Huda Desa Dayah Lhoksukon, menyampaikan pesan-pesan penting menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia.
Mengawali khutbah Jumat, Walidi menekankan bahwa kemerdekaan yang kita nikmati saat ini bukanlah hadiah cuma-cuma dari Allah, tetapi hasil perjuangan dan pengorbanan para pejuang terdahulu. Ia mengingatkan bahwa perjuangan ini tidak jauh berbeda dengan perjuangan para syuhada Palestina hari ini.
“Perjuangan para pahlawan Aceh dan Indonesia harus diisi dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat,” ujarnya.
Walidi menekankan pentingnya rasa syukur atas nikmat kemerdekaan, mengutip ayat Al-Quran, “Lain syakartum la-azidannakum,” yang berarti “Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepada kalian.” Ia menegaskan bahwa syukur itu wajib, sedangkan kufur itu haram. “Jangan mengisi kemerdekaan dengan kemungkaran,” kata Walidi, mengutip ayat “waltakum minkum ummatun yad’u ilal khair.”
Walidi menyayangkan fenomena di mana kemaksiatan seolah-olah sudah menjadi kebanggaan dan tidak ada yang berani melarangnya. “Seperti laki-laki yang memakai celana pendek, sudah bangga dan tidak ada yang melarang,” ujarnya.
Menurutnya, semua orang, bukan hanya ulama, berkewajiban untuk menegakkan kemungkaran. “Kalau ada konser, yang disalahkan adalah ulama, padahal semua berkewajiban untuk menegakkan kemungkaran,” tambahnya.
Warisan kemerdekaan harus dirawat dengan menjadikan negeri ini makmur. Walidi mengutip ayat “walau anna ahlal qura amanu wattaqau,” yang artinya Allah akan memberikan kemakmuran jika hambanya bertakwa kepada-Nya. Ia juga mengingatkan tentang peringatan Allah melalui pandemi COVID-19.
“Hari ini kehidupan ekonomi begitu sulit, kita tidak sadar akan peringatan Allah,” tuturnya.
Menurut Walidi, mencintai negeri ini adalah bagian dari iman. Ia menekankan bahwa seluruh makhluk Allah di langit dan bumi, termasuk di Lhoksukon dan Aceh Utara, adalah tempat kita mencari rezeki dan melakukan aktivitas.
“Namun kita terkadang sering menghujat negeri sendiri,” ujarnya. Walidi mengajak untuk merenungkan ketaatan alam semesta terhadap perintah Allah. “Bayangkan jika matahari tidak mau terbit, atau planet lainnya tidak patuh, maka akan hancur,” katanya.
Walidi mengajak umat untuk selalu mendoakan para syuhada, termasuk para pahlawan lokal seperti Cut Mutia. Ia mengusulkan agar pada tanggal 18 Agustus diadakan kegiatan doa bersama untuk para pahlawan, guru, dan orang tua.
“Jangan hanya panjat pinang, walaupun ada sisi positif sebagai bentuk mengingat kebodohan yang pernah terhadap kita oleh Belanda,” tegasnya.
Dengan pesan-pesan tersebut, Walidi mengajak umat untuk mengisi kemerdekaan dengan cara yang penuh makna dan sesuai dengan tuntunan agama, sehingga kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata tidak sia-sia. (*)