Dikatakan, khusus mengenai pengelolaan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh, telah dituangkan dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Dalam Pasal 160 UU tersebut disebutkan bahwa pengelolaan sumber daya alam Migas yang berada di darat dan laut di wilayah Aceh akan dikelola secara bersama antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Aceh dengan membentuk suatu Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) yang ditetapkan bersama.
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 160, telah ditetapkan PP Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh.
Salah satu yang menjadi kekhususan Aceh yang tidak dimiliki oleh daerah lain adalah pengaturan wilayah pengelolaan yang lebih luas, yaitu: 0 – 12 mil (Aceh); 12 – 200 mil (Aceh dan Pusat) dan > 200 mil (Pusat).
“Dan pada hari ini kita berkumpul semua di sini dalam rangka menyaksikan Penandatanganan Perjanjian Pengalihan dan Pengelolaan Participating Interest (PI) 10% WK-B kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara,” ungkap Risawan.
Participating interest (PI) 10% adalah besaran maksimal 10% pada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang wajib ditawarkan oleh kontraktor keppada BUMD atau BUMN. Hal ini sesuai dengan Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran PI 10% pada WK Minyak dan Gas Bumi.
“Alhamdulillah, ketentuan ini rahmat bagi kita semua. Namun, ke depan kita harus memperjuangkan kembali hak-hak kita ke Pemerintah Pusat, sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2015 Pasal 51 bahwa PI untuk kekhususan Aceh minimal 10%, bukan maksimal 10%.” lanjutnya.