Banda Aceh, Acehglobal — Ikatan Kontraktor Aceh atau IKA, mengungkapkan keprihatinan terkait proyek pembangunan Bunker di Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUD ZA) yang berlokasi di Banda Aceh.
“Kami menduga ada indikasi praktik kolusi dan nepotisme pada pengadaan bunker RSUDZA, terutama dalam penggunaan metode e-purchasing dalam pelaksanaan proyek tersebut,” kata Ketua IKA, Muzakkir AR dalam rilisnya, Senin (16/9/2024).
Menurut IKA, ada indikasi bahwa proses pengadaan melalui e-purchasing untuk proyek ini tidak memenuhi persyaratan yang seharusnya. Sebab, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kesesuaian dan legalitas prosedur yang digunakan dalam proyek pembangunan fasilitas kesehatan penting tersebut.
Karena itu, IKA mengajukan pertanyaan kritis mengenai pemilihan metode pengadaan untuk proyek pembangunan Bunker di RSUD Zainal Abidin. IKA, kata Muzakkir, mempertanyakan alasan di balik penggunaan metode e-katalog, yang menurutnya tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk proyek semacam ini.
“Kami mengingatkan bahwa masih ada beberapa alternatif metode berdasarkan Pasal 38 (1) Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan bahwa Metode pemilihan Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas: a. E-purchasing; b. Pengadaan Langsung; c. Penunjukan Langsung; d. Tender Cepat; dan e. Tender,” jelas Muzakkir.
IKA menduga jika proses pengadaan proyek Bunker di RSUD Zainal Abidin, terindikasi praktik-praktik yang tidak etis dalam pelaksanaan mekanisme e-katalog, khususnya Nepotisme.
“Ada indikasi bahwa hubungan pribadi atau kekerabatan mungkin mempengaruhi keputusan dalam proses pengadaan. Dan Persaingan tidak sehat. Kami mencurigai adanya kondisi yang memberikan keuntungan tidak adil kepada salah satu kontraktor tertentu,” ujarnya.
Zakir menyebut, Rencana Umum Pengadaan (RUP) RSUDZA Banda Aceh, ditemukan Paket Pembangunan Bunker Nuklir untuk pasien kanker pada RSUDZA Banda Aceh Nilai Pagu Rp 20.828.297.000. Dan paket pengawasan Pembangunan Bunker Nilai Pagu Rp 1.227.865.000, yang dilakukan dengan menggunakan metode e-purchasing.
Jika merujuk pada pasal 38 ayat (2) menyebutkan bahwa E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik.
Dugaan-dugaan ini ditujukan pada cara e-katalog diimplementasikan dalam proyek tersebut.
IKA tampaknya mengisyaratkan bahwa proses ini mungkin telah dimanipulasi dan secara diam-diam menguntungkan pihak tertentu, karena e-katalog butuh pengetahuan terkait spesifikasi Barang/jasa yang dibutuhkan, artinya calon penyedia tersebut sudah mendapatkan bocoran Baik Spesifikasi ataupun Bill Of Quantity dari Pokja.
Tindakan ini, kata Muzakkir, berpotensi merugikan kontraktor lain dan mengorbankan prinsip-prinsip persaingan yang adil dan sehat dalam pengadaan publik.
“IKA meminta kepada LKPP melalui kewenangannya untuk membatalkan pelaksanaan proyek teserbut yang diduga tidak memenuhi syarat dan ketentuan diatur dalam peraturan,” tegas Aktivis YARA itu.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menegaskan bahwa dalam menjalankan pemerintahan yang baik harus sesuai dengan asas Good Governance, asas kepastian hukum, dan asas ketidakberpihakan,” tutup Muzakkir. (*)