Proyek Tol Sibanceh Padang Tiji–Seulimeum Tersendat, Wagub Aceh Turun Tangan Cari Solusi

Proyek Tol Sibanceh Padang Tiji–Seulimeum Tersendat, Wagub Aceh Turun Tangan Cari Solusi

Laporan: Redaksi | Editor: Salman
Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, meninjau sejumlah titik lahan garapan masyarakat yang belum dibebaskan di areal proyek pembangunan Tol Sibanceh Seksi Padang Tiji-Seulimeum, Rabu (29/10/2025). Foto: Acehglobal/Ist

Aceh Global News BANDA ACEH — Pembangunan Jalan Tol Sigli–Banda Aceh (Sibanceh) Seksi 1 Padang Tiji–Seulimeum kembali menghadapi hambatan. Warga di sekitar proyek mengeluhkan belum tuntasnya pembebasan lahan yang menjadi milik mereka.

Untuk mencari solusi, Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, turun langsung ke lapangan dan bertemu dengan masyarakat terdampak yang belum menerima ganti rugi. Pertemuan berlangsung di Warkop SPBU Gintong, Kecamatan Grong-Grong, Kabupaten Pidie, Rabu (29/10/2025).

Sebelum berdialog dengan warga, Fadhlullah meninjau sejumlah titik lahan garapan masyarakat yang belum dibebaskan. Dari hasil peninjauan itu, ia menemukan sejumlah persoalan baru terkait proses pembebasan lahan yang selama ini belum terungkap.

“Hari ini kami hadir lengkap dengan semua pihak terkait. Kami ingin mencari solusi terbaik agar pembangunan tol di seksi Padang Tiji–Seulimeum, yang sudah terkendala selama dua tahun, bisa segera terselesaikan,” ujar Fadhlullah.

Dalam pertemuan tersebut, warga menyampaikan berbagai keluhan, terutama terkait nilai ganti rugi lahan dan tanaman yang dinilai belum layak. Mereka berharap pemerintah meninjau ulang penetapan harga agar lebih sesuai dengan kondisi di lapangan.

Ayah Musa Ibrahim, salah satu pemilik lahan, menuturkan bahwa harga yang ditawarkan pemerintah terlalu rendah dibandingkan nilai sebenarnya.

“Harga per meter tanah kami dihargai Rp10 ribu, bahkan ada yang hanya Rp7 ribu. Ada juga satu persil yang dinilai cuma Rp17 ribu. Kami berharap pemerintah meninjau ulang agar nilainya lebih layak,” ungkapnya.

Ia menambahkan, lahan yang digarapnya itu telah dikelola sejak tahun 1980-an berdasarkan izin resmi dari Bupati Pidie saat itu, Diah Ibrahim. Menurutnya, upaya pembebasan lahan perlu dilakukan secara adil agar tidak merugikan warga.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Pidie, Suhendra, menjelaskan bahwa penetapan nilai ganti rugi tidak dilakukan secara sepihak.

“Penilaian harga tanaman tumbuh dilakukan berdasarkan ketentuan resmi, dengan mempertimbangkan lokasi dan jenis tanaman yang ada,” jelas Suhendra.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *