Meskipun demikian, jika puasa sunnah Syawal tidak dilaksanakan selepas menunaikan kewajiban qadha puasanya, ia tetap dinilai mengamalkan sunnah puasa Syawal. Hanya saja, ia tidak mendapatkan ganjaran seperti yang disebutkan di dalam sabda Rasulullah SAW.
Adapun bagi mereka yang tidak berpuasa Ramadhan tanpa uzur yang dibenarkan syariat, haram untuk mengamalkan puasa sunnah Syawal. Mereka wajib meng-qadha segera utang puasanya. Sementara mereka yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur tertentu, makruh mengamalkan puasa sunnah Syawal sebelum menunaikan qadha puasanya.
Hal demikian sebagaimana diterangkan Syamsuddin Ar-Ramli dalam kitab Nihayatul Muhtaj pada jilid ketiga sebagai berikut:
وَقَضِيَّةُ كَلَامِ التَّنْبِيهِ وَكَثِيرِينَ أَنَّ مَنْ لَمْ يَصُمْ رَمَضَانَ لِعُذْرٍ أَوْ سَفَرٍ أَوْ صِبًا أَوْ جُنُونٍ أَوْ كُفْرٍ لَا يُسَنُّ لَهُ صَوْمُ سِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ . قَالَ أَبُو زُرْعَةَ : وَلَيْسَ كَذَلِكَ : أَيْ بَلْ يُحَصِّلُ أَصْلَ سُنَّةِ الصَّوْمِ وَإِنْ لَمْ يُحَصِّلْ الثَّوَابَ الْمَذْكُورَ لِتَرَتُّبِهِ فِي الْخَبَرِ عَلَى صِيَامِ رَمَضَانَ . وَإِنْ أَفْطَرَ رَمَضَانَ تَعَدِّيًا حَرُمَ عَلَيْهِ صَوْمُهَا. وَقَضِيَّةُ قَوْلِ الْمَحَامِلِيِّ تَبَعًا لِشَيْخِهِ الْجُرْجَانِيِّ ( يُكْرَهُ لِمَنْ عَلَيْهِ قَضَاءُ رَمَضَانَ أَنْ يَتَطَوَّعَ بِالصَّوْمِ كَرَاهَةُ صَوْمِهَا لِمَنْ أَفْطَرَهُ بِعُذْرٍ
Artinya, “Masalah di Tanbih dan banyak ulama menyebutkan bahwa orang yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur, perjalanan, masih anak-anak, masih kufur, tidak dianjurkan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Abu Zur‘ah berkata, tidak begitu juga. Ia tetap dapat pahala sunnah puasa Syawal meski tidak mendapatkan pahala yang dimaksud karena efeknya setelah Ramadhan sebagaimana tersebut di hadits. Tetapi jika ia sengaja tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa uzur, maka haram baginya puasa sunnah. Masalah yang disebutkan Al-Mahamili mengikuti pandangan gurunya, Al-Jurjani. (Orang utang puasa Ramadhan makruh berpuasa sunnah, kemakruhan puasa sunnah bagi mereka yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur).”