Lhoksukon – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara, Razali Abu minta kepada para pihak agar menghentikan segala bentuk intimidasi dan teror terhadap pengutipan sewa los (kios) pasar inpres Lhokseumawe.

Permintaan itu disampaikan Razali saat berkunjung ke Pasar Inpres Lhokseumawe dalam rangka menyahuti aspirasi masyarakat pengguna Los milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Aceh Utara, Kamis (26/1/2023).

Dalam kunjungan itu, Razali Abu turut didampingi Wakil Ketua Komisi III DPRK Aceh Utara, H. Ismed Nur Aji Hasan dan H. Muhammad Wali, serta Anggota, Zubir HT.

Kesempatan tersebut, rombongan Komisi III DPRK Aceh Utara juga mengadakan pertemuan selama 1 jam dengan para pemilik kios / pedagang kecil dalam rangka menampung aspirasi dan keluhan mereka yang sudah menempati lokasi pasar itu sejak Tahun 1990.

Dalam pertemuan itu, Ketua Komisi III DPRK Aceh Utara Razali Abu berjanji akan menyahuti dan menindaklanjuti keluhan para pemilik kios. Ia juga akan meminta PT Bina Usaha maupun Perusahaan lainnya untuk menghentikan segala bentuk intimidasi dan aksi teror kepada pengguna kios dengan dalih pengutipan biaya sewa kios.

Selain itu, Politisi dari Partai Aceh yang akrab Abu Lapang itu juga meminta untuk tidak menggunakan jasa oknum aparat maupun lainnya untuk proses penagihan.

“BUMD itu dibentuk untuk pengembangan bisnis Pemerintah sebagai wujud implementasi upaya membangun perekonomian masyarakat, walaupun masyarakat Kota Lhokseumawe bukan wilayah Aceh Utara, tapi kita harus memahami kondisi masyarakat, sehingga penyelesaian persoalannya harus secara persuasif,” ungkap Razali, Kamis (26/1/2023).

Pihaknya mengaku belum menerima laporan dana masuk ke PT Bina Usaha sejak berdiri, bahkan belum ada PAD dari hasil kutipan sewa kios tersebut atau dari pendapatan Perusahaan lainnya untuk Aceh Utara.

“Makanya, kedepan Komisi III DPRK Aceh Utara akan menyelesaikan persoalan tersebut secara simultan untuk mencari benang merah dari masalah itu,” jelasnya.

Sebelumnya, dalam pertemuan yang di fasilitasi Zubir. HT, para pengusaha pun mengaku bahwa kios yang mereka tempati adalah milik PD Bina Usaha atau Pemkab Aceh Utara yang didapatinya melalui kredit HGB sejak tahun 1993, namun sejak tahun 2020 mereka dipaksa untuk membayar sewa oleh PT Bina Usaha dengan harga 10 juta pertahunnya.

“Kami mau membayar retribusi sesuai ketentuan undang-undang, tapi tidak mau membayar uang sewa karena kios tersebut kami dapat melalui hak guna bangunan,” terang Umar salah satu dari pengguna Kios.

Atas kunjungan rombongan Komisi III DPRK Aceh Utara tersebut, para pengguna kios (pedagang) mengaku sangat bahagia lantaran sudah menyampaikan keluhan mereka kepada wakil rakyat. (*)

Editor : Salman